Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Populisme akan Menyeret AS dan Barat dalam Jurang Kemerosotan

26 Januari 2021   17:36 Diperbarui: 26 Januari 2021   17:44 779
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: South China Morning Post

Jadi orang-orang ini tidak puas dengan sistem demokrasi Amerika yang ada, tetapi tetap percaya bahwa sistem demokrasi ini dapat diperbaiki.

Bagi pendukung Trump, yang dibutuhkan AS bukanlah sosialisme, tetapi populisme budaya dan populisme rasial, yang tercermin seruan Trump dalam anti-imigrasi, kepentingan Amerika pertama, dan supremasi kulit putih secara gamblang.

Trump terus melontarkan segala macam fitnah dan pernyataan ekstrim, "Tentang surplus perdagangan Tiongkok dengan AS, 450 miliar dolar AS per tahun, Tiongkok telah menjarah AS, dan mencuri pekerjaan yang seharusnya menjadi milik AS, dan menuduh "Virus China" untuk pandemi SARS-CoV2 (Covid-19), menuduh semua imigran Meksiko adalah pemerkosa, dan Muslim adalah terorisme dan seterusnya." Dalam  pidato populisnya yang khas.

Jadi dapat dikatakan masalah inti dari populisme adalah tidak adanya rasionalitas, politisi yang memenangkan pemilu hanya dari tepuk tangan dan suara dari beberapa pemilih melalui hura-hura.

Tapi dia tidak mempelajari dan menyelesaikan masalah secara rasional, apalagi merencanakan kepentingan keseluruhan untuk jangka panjang negaranya.

Jadi hilangnya kendali keseluruhan dari pencegahan dan pengendalian pandemi di AS kali ini adalah kesalahan dari populisme ekstrim ini. Karena gelombang populisme ekstrim ini membawa beberapa masalah antara lain sebagai berikut:

Pertama, salah satunya adalah bahwa pengusaha yang tidak memiliki dasar moral dan tidak memiliki pengalaman pemerintahan, tetapi hanya dapat berbicara dan berprestasi akan terpilih sebagai pemimpin tertinggi negara. Hasilnya adalah akan menjadi panglima yang tidak kompeten, melelahkan tentara, dan merugikan rakyat.

Kedua, populisme telah membuat masyarakat penuh dengan konfrontasi dan perselisihan. Kontradiksi antara si kaya dan si miskin, konflik etnis, dan konflik identitas meletus. Tidak mungkin terbentuk konsensus politik dan sosial untuk memerangi pandemi. Akibatnya, mereka hanya bisa mengatur urusan mereka sendiri. Tidak ada rencana nasional terpadu untuk memerangi pandemi.

Ketiga, di bawah tren populis, kredibilitas pemerintah dan lembaga otoritatif telah hilang. Rakyat tidak percaya pada politisi, pada pemerintah, pada otoritas ilmiah, pada media arus utama, dan begitu pula dengan presiden dan pejabat seniornya. Otoritas ilmiah tidak percaya pada media arus utama, akibatnya, seluruh masyarakat bahkan belum membentuk konsensus untuk memakai masker. Akibatnya seluruh negeri harus membayar harga yang sangat mahal untuk ini.

Populisme di Eropa

Sumber: South China Morning Post
Sumber: South China Morning Post
Situasi di Eropa juga cukup serius, dan populisme juga sangat merajalela. Permainan dengan tradisionalisme, kekuatan politik arus utama, juga sangat sengit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun