Dalam praktik Hara Hachi Bu di Jepang, masyarakat biasa mengambil porsi kecil dalam satu mangkuk nasi, dua sayuran, dan satu sumber protein rendah lemak seperti ikan atau tahu. Mereka mengunyah perlahan, dan berhenti makan sebelum benar-benar kenyang. Sementara kita, seringkali mengisi piring penuh nasi dan daging tanpa sayur penyeimbang, lalu menyantapnya cepat-cepat.
Padahal secara gizi, tubuh juga butuh serat, vitamin, dan antioksidan yang berasal dari sayur dan buah untuk membantu metabolisme lemak hewani dari daging merah. Tanpa asupan seimbang ini, tubuh akan bekerja lebih keras menyerap lemak dan kolesterol, yang dalam jangka panjang bisa beresiko menyebabkan inflamasi kronis.
Alih-alih menimbun daging di kulkas, semangat Idul Adha seharusnya mendorong kita untuk berbagi lebih luas. Momen ini bisa menjadi ruang edukasi di keluarga: bahwa sehat itu bagian dari iman, dan makan secukupnya adalah bagian dari ibadah. Kita bisa mengenalkan anak-anak bahwa Rasulullah pun makan sederhana, bahwa kenyang bukan tolok ukur bahagia, dan bahwa tubuh harus dijaga bukan hanya dengan doa, tapi juga dengan gaya hidup.
Mengelola konsumsi daging juga bagian dari tanggung jawab. Ia menguji keteguhan kita dalam mempraktikkan ajaran "wasathiyah", jalan tengah dalam segala hal, termasuk makanan. Di era ketika penyakit tidak menular justru naik karena pola makan, prinsip moderasi yang diajarkan Islam seharusnya jadi rujukan, bukan dilupakan.
Kini, di tengah lonjakan kasus obesitas, hipertensi, dan diabetes, nilai-nilai makan secukupnya dari Rasul dan Hara Hachi Bu dari Jepang seharusnya menjadi inspirasi. Bahwa makan bukan sekadar urusan perut, tapi juga urusan akhlak.
Idul Adha tahun ini bisa menjadi titik balik. Titik balik dari makan tanpa kendali menuju makan dengan kesadaran. Dari menumpuk daging menjadi menakar kebutuhan. Dari rakus menjadi cukup. Karena hakikatnya, perut bukan tempat untuk dibebani, tapi untuk dijaga.
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI