Mohon tunggu...
Mahmud Aditya Rifqi
Mahmud Aditya Rifqi Mohon Tunggu... Mengajar, Menulis, Meneliti

Berbagi tentang Gizi dan Kesehatan

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Sunnah dan Hara Hachi Bu: Titik Balik Idul Adha

8 Juni 2025   09:58 Diperbarui: 8 Juni 2025   09:58 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Waspada! Kebanyakan Makan Daging di Hari Raya Idul Adha Bisa Picu Masalah Kesehatan Ini - Kabar Mojokerto

Idul Adha selalu datang dengan dua hal yang melimpah: keikhlasan dan daging. Ibadah kurban mengajarkan pengorbanan, kepedulian, dan distribusi keadilan pangan. Namun di balik itu, juga terselip satu ironi tahunan: euforia makan berlebihan. Ketika daging kurban membanjiri rumah, sebagian dari kita terjebak dalam pesta kolesterol, bukan pada nilai spiritualnya.

Dalam satu-dua hari setelah kurban, dapur mendadak berubah jadi sentra olahan daging. Sate, gulai, tongseng, sop tulang, hingga rendang bertaburan di meja makan. Sayangnya, yang ikut bertabur kemudian adalah keluhan pencernaan, tekanan darah naik, bahkan asam urat kambuh. Makan enak jadi bumerang. Di sinilah Idul Adha perlu kita maknai lebih dalam: bukan sekadar soal sembelih dan santap, tetapi juga soal kendali diri dan kesadaran akan tubuh.

Di tengah tradisi makan besar ini, ada dua prinsip hidup sehat yang patut kita angkat: sunnah makan ala Rasulullah SAW dan filosofi makan ala Jepang, yang dikenal dengan Hara Hachi Bu. Meski berbeda akar budaya, keduanya mengajarkan pesan yang sangat mirip, makan secukupnya, tidak berlebihan.

Perut: Medan Ibadah yang Sering Diabaikan

Rasulullah SAW menegaskan, "Tidak ada wadah yang lebih buruk diisi oleh manusia selain perutnya." (HR. Tirmidzi). Dalam keseharian, Nabi makan secukupnya. Makanan pokok beliau adalah kurma, susu, gandum, dan air. Daging bukan menu rutin. Bahkan dalam kondisi lapar, beliau tetap mengedepankan kesederhanaan. Prinsipnya jelas: makan itu untuk hidup, bukan hidup untuk makan.

Jika dilihat dari sisi gizi modern, pola makan Rasul ternyata sangat adaptif. Beliau menganjurkan pembagian perut dalam tiga: sepertiga makanan, sepertiga minuman, dan sepertiga kosong untuk napas. Itu bukan metafora, tapi pedoman praktis agar tubuh tidak kelebihan beban. Berlebihan makan daging apalagi yang tinggi lemak jenuh, hanya akan memicu inflamasi, tekanan darah tinggi, dan gangguan metabolik lainnya.

Di ujung lain dunia, masyarakat Okinawa- Jepang hidup dengan prinsip Hara Hachi Bu. Artinya: makan sampai 80 persen kenyang. Mereka berhenti sebelum merasa kenyang penuh, memberi tubuh waktu untuk menyadari sinyal cukup. Hasilnya menakjubkan. Okinawa menjadi wilayah dengan harapan hidup tertinggi di dunia, dan prevalensi penyakit kronis yang sangat rendah.

Filosofi Jepang ini tidak jauh berbeda dari sunnah Nabi. Sama-sama mengajarkan kendali diri, disiplin, dan penghormatan terhadap tubuh. Bedanya, satu berasal dari budaya lokal yang diwariskan turun-temurun, satunya lagi dari wahyu ilahi. Namun dua-duanya menyatu dalam satu pesan universal: makanlah dengan kesadaran, bukan dengan nafsu.

Daging: Rezeki atau Ujian?

Daging kurban adalah rezeki. Tapi cara kita menyikapinya bisa menjadikannya ujian. Di satu sisi, ini momen emas untuk meningkatkan asupan protein keluarga, terutama bagi mereka yang jarang makan daging. Tapi jika dikonsumsi tanpa kendali, ia bisa jadi bencana gizi.

Menggoreng daging dengan minyak berulang, menambahkan santan pekat, atau menyajikannya tiga kali sehari dengan porsi jumbo, jelas bukan bentuk syukur. Itu bentuk lain dari kerakusan yang terselubung. Padahal Idul Adha sejatinya adalah perayaan spiritualitas, bukan ritual lambung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun