Mohon tunggu...
Mahbub Setiawan
Mahbub Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Bukan siapa-siapa

1/2 kemanusiaan, 1/2 ketidaktahuan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Membaca Realitas, Bukan Membaca Buku

31 Juli 2019   14:48 Diperbarui: 31 Juli 2019   15:06 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: finland.fi

Kalau ada orang yang mengatakan bahwa untuk bisa menulis maka harus banyak membaca, itu benar adanya. Tetapi itu bukan sebuah dalil yang mengikat. Pernyataan demikian hanya mengandung setengah kebenaran.

Orang boleh tidak sepakat dengan pemikiran seperti ini. Karena antara membaca dan menulis memang ibarat koin dengan dua sisi. Seakan tidak mungkin ada menulis jika tidak ada membaca.

Jika orang tidak membaca, dia tidak bisa menulis dengan baik. Seolah-olah asupan informasi hanya bisa didapatkan dari kegiatan membaca saja. Parahnya, yang dimaksud membaca di sini adalah membaca buku secara visual.

Makna Lain Membaca
Saya buka orang yang anti baca. Karena saya sendiri pernah menjalani hidup sebagai seorang siswa, mahasiswa dan kemudian pengajar. Profesi demikian pastinya sangat sering bersinggungan dengan kegiatan membaca.

Tetapi harus dimengerti bahwa membaca jangan sampai diperkosa dengan hanya membaca buku semata-mata. Bukan bukan satu-satunya media untuk membaca. Buku hanyalah sebagian kecil sarana untuk membaca realita.

Duduklah di pinggir sawah, lihatlah kiri kanan. Bukankah hal itu juga merupakan bagian dari membaca? Membaca hijaunya padi, membaca luasnya sawah, membaca para petani membajak sawah, itu tidak harus melalui buku.

Atau, pergilah ke rumah sakit. Lihat di sana berapa banyak orang-orang yang harap-harap cemas dengan kelanjutan hidup mereka. Apakah besok masih bisa bernafas seperti sediakala? Ataukah mereka tutup usia di atas tempat tidurnya?

Itulah membaca yang nyata. Itulah membaca yang tanpa diedit oleh pikiran orang lain. Penyederhanaan di dalam tulisan-tulisan sering justru membuat makna sebuah informasi menjadi kerdil karenanya.

Kebebasan Nalar
Betapa banyaknya kebebasan berpikir orang harus terkorbankan karena mengidolakan sebuah buku yang dibaca. Sementara manusia memiliki kemerdekaan untuk menggunakan nalar dan pikirannya secara bebas.

Mereka yang didaulat secara tidak langsung oleh publik sebagai penulis hebat dan profesional, sedikit banyak telah memberi warna tersendiri pada kebebasan orang untuk menunjukkan diri sendiri. Mereka telah membingkai para pembaca.

Termasuk yang diungkapkan di dalam tulisan ini. Saya membingkai pikiran siapapun yang membaca menjadi sepemikiran dengan pemikiran saya meskipun hanya bersifat sementara. Tetapi ini jadi bukti bahwa saya membingkainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun