Alih-alih sekadar makian di media sosial, mari kita ajukan kritik yang berbobot, dengan mengutip angka, mengaitkan dengan regulasi, atau menampilkan perbandingan kebijakan.Â
Dengan begitu, kritik tidak bisa diabaikan begitu saja, karena berdiri di atas fakta. Dalam hal ini, salut saya untuk Mbak Salsa yang sudah berani bersuara berdasarkan data dan fakta.
4. Bangun literasi politik
Ini hal yang sering terlupakan. Banyak di antara kita marah kepada DPR, tetapi tidak benar-benar tahu bagaimana mekanisme kerja lembaga itu. Padahal pemahaman yang baik akan membuat kritik lebih konstruktif.
Literasi politik bisa dimulai dari hal kecil, misalnya membaca berita dengan cermat, mengikuti diskusi publik, atau sekadar berdiskusi dengan teman sebaya soal peran wakil rakyat.
Saudara-saudaraku, marah kita bisa jadi bahan bakar. Tapi tanpa arah, marah hanya akan terbakar habis di jalanan. Jika kita bisa mengubahnya jadi gerakan yang sehat, suara rakyat tidak lagi dianggap angin lalu, melainkan gema yang tak bisa diabaikan.
DPR sedang menghadapi krisis kepercayaan serius. Ucapan yang menyinggung rakyat bisa memperlebar jurang itu. Apakah rakyat yang meminta DPR dibubarkan tolol? Atau justru DPR yang gagal membuktikan diri layak dipercaya?
Para anggota dewan, kalian pasti tahu bahwa dalam demokrasi, rakyat bukan obyek hinaan. Rakyat adalah subyek, pemilik kedaulatan. Jika kalian sebagai wakil rakyat lupa akan hal ini, yang "tolol" bukan kami, bukan rakyat, melainkan kalian yang lupa darimana kekuasaan kalian berasal.***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI