Kalimat bisa menjadi peluru, dan peluru itu tak sebatas menyakitkan, tapi bisa meruntuhkan kepercayaan yang sudah rapuh. Itulah yang terjadi ketika Ahmad Sahroni, anggota DPR RI dari Fraksi NasDem, menyebut rakyat yang meminta DPR dibubarkan sebagai "tolol".
Pernyataan itu keluar pada Jumat, 22 Agustus 2025, saat kunjungan kerjanya di Polda Sumut. Sahroni mengatakan, kritik boleh saja dilontarkan, tapi jangan sampai mencaci maki. Menurutnya, orang yang menyerukan "bubarkan DPR" adalah manusia dengan "mental tertolol sedunia."
Di negeri demokrasi, ucapan seperti ini tentu saja jadi bensin di atas api. Apalagi yang ia sebut "tolol" adalah rakyat, pihak yang justru membayar gaji, tunjangan, bahkan fasilitas hidupnya sebagai wakil rakyat.
Tak butuh waktu lama, potongan video ucapan Sahroni viral. Netizen, aktivis, hingga diaspora Indonesia di luar negeri ikut bersuara. Dan yang jadi sorotan bukan hanya mulutnya, tapi juga isi dompetnya.
"Sultan" di Gedung Wakil Rakyat
Ahmad Sahroni sering dijuluki "Sultan Tanjung Priok." Mau tahu alasannya? Menurut Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) per Desember 2024, harta kekayaannya mencapai Rp328,9 miliar.
Rinciannya pun bikin melongo. Berikut, seperti yang saya lansir dari sejumlah media arus utama:
- Tanah dan bangunan Rp139,5 miliar. Properti tersebar di Jakarta Utara, Pusat, Selatan, hingga Badung, Bali. Ada rumah dengan nilai Rp23 miliar, ada juga tanah senilai Rp4,9 miliar hanya seluas 4 meter persegi.
- Kendaraan dan mesin Rp38,1 miliar. Dari Ferrari, Porsche, Tesla, hingga Mustang tahun 1967, koleksi mobilnya sudah seperti etalase status sosial.
- Harta bergerak lainnya Rp107,7 miliar.
- Kas dan setara kas Rp78,3 miliar.
- Utang Rp34,9 miliar.
Angka-angka ini membuatnya jadi salah satu anggota DPR dengan harta terbesar. Kekayaan yang fantastis ini sah saja, selama dilaporkan ke KPK dan sesuai aturan. Tapi, di mata publik, muncul pertanyaan, apakah wajar seorang wakil rakyat yang kerap flexing barang mewah masih setuju dengan tunjangan rumah Rp50 juta per bulan dari APBN?
Tamparan Kritik Diaspora
Salah satu suara paling keras datang dari Salsa Erwina Hutagalung, diaspora Indonesia di Denmark. Ia menyebut pernyataan Sahroni tak pantas, apalagi dengan kondisi rakyat yang makin sulit. Salsa bukan orang sembarangan. Ia pernah jadi wakil Indonesia dalam Lomba Debat Dunia di Berlin, 2012.
Menurut Salsa, bagaimana mungkin seorang wakil rakyat yang sudah bergelimang harta masih mau menerima tunjangan puluhan juta rupiah dari uang rakyat, lalu malah menyebut rakyat "tolol" hanya karena berbeda pandangan?
Kritik ini mewakili perasaan banyak orang, bahwa rakyat makin sulit hidup dengan harga sembako naik, BBM tak stabil, lapangan kerja seret, sementara di layar ponsel mereka, anggota DPR pamer jam tangan ratusan juta.