Mohon tunggu...
Mutia Ramadhani
Mutia Ramadhani Mohon Tunggu... Mutia Ramadhani

Certified author, eks-jurnalis ekonomi dan lingkungan, kini berperan sebagai full-time mom sekaligus novelis, blogger, dan content writer. Founder Rimbawan Menulis (Rimbalis) yang aktif mengeksplorasi dunia literasi dan isu lingkungan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Rojali Itu Cara Masyarakat Beradaptasi karena Kota Gagal Kasih Ruang Hidup!

29 Juli 2025   15:21 Diperbarui: 5 Agustus 2025   18:05 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fenomena Rojali (Rombongan Jarang Beli) di perkotaan (Foto: Freepik)

Masyarakat sudah menyesuaikan diri. Mereka numpang duduk di mall, ngaso di food court, jalan kaki di dalam Transmart. Tapi pemerintah masih sibuk kasih izin bangun mall yang katanya 'bawa lapangan kerja' tapi lupa menciptakan ruang aman dan sehat untuk warganya berinteraksi gratis tanpa tekanan belanja.

Lucunya Kita Tetap Mau Ke Mall.

Dan ya, walau kita sadar itu mall ruang konsumsi, kita tetap datang. Kenapa?

Karena di rumah sumpek. Kamar petak, anak dua, AC rusak, kipas rebutan. Belum lagi di luar panasnya kayak neraka bocor. Saya saja jalan kaki di Bekasi 500 meter rasanya kayak ikut Spartan Race.

Makanya kita tetap mau ke mall karena kita manusia, butuh melihat dunia luar. Bukan buat pamer, bukan biar FYP, tapi biar waras. Kadang, ke mall itu semacam bentuk perlawanan pasif kita, ya nggak sih?

"Aku pengen bahagia, tapi dompetku belum bahagia. Jadi aku numpang senang dulu ya, Bang."

Rojali di mall itu kreatif. Buat mereka, mall bukan cuma tempat belanja, tapi juga tempat jalan 10.000 langkah tanpa keringatan, tempat foto OOTD biar feed Instagram tetap aktif, tempat ngadem sambil bahas utang kuliah.

Mall tempat kencan hemat (beli satu es krim berdua), tempat mabar sambil colokan HP di pojok food court. 

Kalau mall menyediakan fasilitas yang membuat masyarakat datang, tapi tidak membeli, mungkin bukan salah masyarakat. Bisa jadi, itu tanda bahwa fungsinya sebagai ruang sosial lebih kuat dari fungsinya sebagai tempat jualan.

Nah, rojali itu sudah adaptasi sebaik mungkin. Kita maklumi taman kota minim, kita cari alternatif healing yang masih bisa dijangkau.

Tapi pemerintah bagaimana? Mereka masih terus kasih izin mall baru. Masih sibuk bangun jalan tol buat akses mall. Masih anggap taman kota itu bonus, bukan kebutuhan dasar warga. Mau sampai kapan? Sampai Rojali jadi gerakan nasional?

Ada baiknya kita ubah makna Rojali. Bukan Rombongan Jarang Beli, tapi: Rakyat Ogah Jajan Tapi Ingin Leluasa Interaksi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun