Mohon tunggu...
Mutia Ramadhani
Mutia Ramadhani Mohon Tunggu... Mutia Ramadhani

Certified author, eks-jurnalis ekonomi dan lingkungan, kini berperan sebagai full-time mom sekaligus novelis, blogger, dan content writer. Founder Rimbawan Menulis (Rimbalis) yang aktif mengeksplorasi dunia literasi dan isu lingkungan.

Selanjutnya

Tutup

Financial

Gaji Boleh Aman, tapi Arus Kas Keluarga Bisa Bohong Loh!

3 Juli 2025   20:20 Diperbarui: 14 Agustus 2025   11:32 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahas keuangan keluarga, waspada arus kas! (Foto: Freepik)

Saya dan suami sudah menikah hampir 12 tahun. Alhamdulillah, sampai hari ini rumah tangga kami masih berdiri tegak meski kadang goyang sedikit pas Shopee flash sale tengah malam atau Tokopedia WIB. 

Suami saya seorang engineer di salah satu perusahaan telekomunikasi, pekerjaan yang cukup mapan dan stabil. Saya sendiri seorang ibu rumah tangga yang nyambi jadi penulis lepas. Kadang jadi editor, kadang nulis buku anak, kadang nulis artikel seperti ini sambil ngopi di rumah, ditemani suara anak-anak rebutan mainan.

Banyak orang bilang, “Enak ya, gaji suamimu aman tiap bulan, nggak usah pusing.” Well, di atas kertas memang begitu. Tapi kenyataannya? Kalau saya jujur-jujuran, arus kas rumah tangga itu bisa bohong, meskipun gaji tetap masuk dengan sopan tiap akhir bulan.

Apa itu arus kas dan kenapa bisa bohong?

Arus kas (cash flow) keluarga sederhananya adalah aliran uang masuk dan keluar dari keuangan rumah tangga. Bahasa kasarnya, duit masuk dari mana aja, dan larinya ke mana aja. Nah, kebanyakan dari kita, terutama yang merasa pemasukan aman, suka menyepelekan arus kas ini. Karena ngerasa “duit ada,” jadi belanja pun jalan terus.

Masalahnya, yang sering terjadi bukan kekurangan uang, tapi kebocoran uang. Uang keluar diam-diam dalam bentuk kecil tapi rajin. Contohnya:

  • Beli kopi 20 ribuan
  • Jajan anak di minimarket yang katanya “cuma 15 ribu”
  • Langganan platform nonton dan musik yang dobel-dobel, cuma karena beda platform beda film or series kesukaan.
  • Parkir, ojek online, dan saudara-saudaranya.

Dalam sebulan, jumlah kecil itu bisa beranak pinak jadi lubang besar. Jadi, meskipun gaji aman, saldo akhir bulan tetap aja nyesek.

Pengalaman pribadi, dompet BOCOR!

Saya pernah mengalami satu bulan yang secara teknis “normal.” Gaji suami masuk, saya juga dapat beberapa fee menulis. Tapi entah kenapa, tanggal 20 ke atas mulai terasa ngos-ngosan. Akhir bulan? Sisa tabungan cuma cukup buat beli ayam goreng dan pulsa paket darurat.

Saya lalu duduk dan nulis semua pengeluaran bulan itu. Ternyata eh ternyata, kami habis Rp1,2 juta hanya untuk “belanja random.” Beli kopi, Go-Food, beli martabak tengah malam depan komplek, beli mainan abang-abang gerobak yang lewat depan rumah, beli alat gambar anak yang over budget, dan sebagainya, 

Astaga, itu belum termasuk jajanan harian mereka. FYI, ini di luar anggaran untuk jalan-jalan weekend yang sudah ada anggaran per bulannya. Padahal kami ngerasa nggak boros, tapi itulah bahayanya arus kas yang nggak dikontrol. Diam-diam bikin kita miskin di akhir bulan.

Kenapa banyak keluarga terjebak?

Mengatur keuangan keluarga itu bukan sekadar soal besar kecilnya gaji. Tapi banyak keluarga, termasuk saya di masa awal menikah, secara tidak sadar terjebak dalam pola pikir yang menyesatkan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun