Saya dan suami punya “uang jajan” masing-masing loh. Jumlahnya tidak harus besar, tapi ini penting banget untuk menjaga kemandirian dan menghormati privasi finansial satu sama lain.
Dari uang itu saya bisa langganan aplikasi YouTube Premium dan aplikasi nonton online, beli skincare, atau minuman kesukaan, tanpa harus merasa bersalah. Suami pun bebas membeli barang teknis kesukaannya tanpa merasa dikritik. Ini mencegah banyak debat kecil dan tetap menjaga “kesehatan mental” keuangan rumah tangga.
5. Review bareng suami tiap akhir pekan
Setiap akhir pekan, suami dan istri punya sesi singkat 15–20 menit untuk cek pengeluaran minggu itu. Bukan untuk saling menghakimi ya, tapi untuk evaluasi santai. Ajak suami or istri sambil minum teh, sambil ngelawak juga.
Obrolan seperti, “Kok jajannya banyak banget minggu ini ya?” atau “Ternyata kita bisa hemat 100 ribu karena masak di rumah terus,” jadi ajang refleksi sekaligus bonding.
Intinya yang penting komunikasi tetap jalan. Karena arus kas bukan cuma soal angka, tapi soal saling memahami kebiasaan, keinginan, dan cara kita hidup.
Kelima cara ini bukan rumus mutlak, tapi bisa disesuaikan dengan ritme dan gaya hidup tiap keluarga. Kita sadar ke mana uang pergi, bukan cuma puas karena gaji datang.
Sekarang udah paham kan? Arus kas itu seperti cermin yang jujur banget. Ia mencatat semua pilihan kita, apa yang kita anggap penting, bagaimana kita mengelola emosi saat pegang uang, dan seberapa bijak kita memprioritaskan.
Dan satu hal yang saya pelajari, gaji yang aman bukan jaminan keuangan sehat. Kita harus sadar ke mana uang pergi, bukan hanya darimana uang datang. Karena kalau arus kasnya sehat, kita bisa hidup lebih tenang, nggak stres di akhir bulan, dan tetap bisa jajan dengan senyum penuh perhitungan.***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI