Sosialisme secara umum merujuk pada sistem sosial dan ekonomi yang menekankan kepemilikan kolektif atas alat produksi, distribusi kekayaan yang merata, dan penghapusan eksploitasi manusia atas manusia[2]. Namun, ketika diterapkan dalam konteks Indonesia, sosialisme mengalami transformasi yang dipengaruhi oleh sejarah kolonial, budaya lokal, serta perjuangan kemerdekaan.
 Tan Malaka memahami sosialisme bukan sebagai ide dogmatis dari Eropa, tetapi sebagai alat pembebasan yang kontekstual. Dalam Aksi Massa, ia menyatakan bahwa revolusi sosial di Indonesia harus berakar pada penderitaan rakyat serta potensi yang ada di dalamnya, bukan sekadar meniru praktik sosialisme Barat[3].
Â
1.2 Sosialisme di Era Kolonial: Antara Teori dan Praktik
Â
Pada awal abad ke-20, sosialisme mulai menyebar di kalangan intelektual pribumi melalui organisasi seperti Sarekat Islam dan kemudian Partai Komunis Indonesia (PKI). Namun banyak dari gerakan tersebut terjebak dalam konflik internal, strategi elit, atau tekanan dari kekuatan kolonial[4].
Tan Malaka, sebagai anggota awal PKI dan utusan Komintern, melihat perlunya menyinergikan semangat revolusioner dengan basis ilmu pengetahuan. Ia menolak pendekatan yang terlalu bergantung pada Rusia atau Belanda dan mengusulkan versi sosialisme yang sesuai dengan kondisi rakyat Indonesia, yang masih terkungkung dalam struktur feodal dan kolonial[5].
Â
1.3 Tan Malaka: Sosialis Ilmiah dan Revolusioner
Â
Peran Tan Malaka dalam sejarah sosialisme Indonesia tidak dapat dilepaskan dari upayanya membumikan sosialisme ilmiah. Ia adalah figur yang mengintegrasikan materialisme dialektika dan logika ilmiah dalam perjuangan kelas. Dalam Madilog, ia menyatakan bahwa tanpa kemampuan berpikir logis, rakyat Indonesia akan terus dibelenggu oleh mitos, dogma, dan elite yang korup[6].