Teori ini menyatakan jika kita meninjau bagian manapun dari suatu materi sampai bagian terkecil, lebih kecil dari molekul, lebih kecil dari atom, lebih kecil partikel-partikel subatomik seperti proton, elektron, serta neutron, dan kemudian menyelidiki sampai ke tingkat lebih kecil lagi, kita akan menemukan suatu filament kecil energi, benang kecil seperti senar biola yang melingkar-lingkar yang dapat bergetar dalam pola yang bermacam-macam.
Setiap kali benang-benang tersebut bergetar dengan pola yang berlainan, partikel yang dihasilkan oleh setiap benang akan berlainan pula jenisnya. Dengan ide seperti itu, maka semua materi, semua benda, electron, proton, quark, apapun dapat disatukan peninjauannya dalam kerangka tunggal karena semuanya berikut aspek-aspek fisiknya dapat dipandang sebagai hal yang dibentuk oleh benang-benang bergetar.

Namun ternyata, inkonsistensi matematik itu dapat hilang jika kita mengizinkan adanya asumsi yang sama sekali tidak familiar, ruang ekstra dimensi, lebih daripada tiga dimensi ruang yang selama ini kita kenal sebagai panjang, lebar, dan tinggi.
Teori benang menyatakan, dalam skala yang fantastis kecil, terdapat dimensi tambahan yang bentuknya kusut dan begitu kecil sehingga kita tidak dapat mendeteksi keberadaannya.
Meskipun dimensi tersebut tersembunyi, untuk menyelidikinya, haruslah ada suatu dampak dari dimensi tambahan tersebut terhadap benda-benda yang dapat kita amati karena secara teori, bentuk dari dimensi tambahan tersebut membatasi bagaimana benang-benang dapat bergetar, yang dalam teori benang, getaran itu menentukan semua hal yang bekerja dalam kerangka fisik.
Bersambung
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI