Mohon tunggu...
Choirul Rosi
Choirul Rosi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen yang hobi membaca buku dan novel

Cerita kehidupan yang kita alami sangat menarik untuk dituangkan dalam cerita pendek. 🌐 www.chosi17.com 📧 choirulmale@gmail.com IG : @chosi17

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Teana - Mehnaz (Part 37)

14 Mei 2019   09:46 Diperbarui: 14 Mei 2019   09:54 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika Almeera dan Teana kembali, hari sudah beranjak malam. Shahed menyambut mereka berdua di lapak tempat mereka menggelar barang dagangan.

"Tuan, kau sudah kembali? Almeera, apa kau baik -- baik saja? Kalian nampak lelah." tanya Shahed.

"Ceritanya cukup panjang Shahed, nanti biar aku jelaskan." Almeera berkata sambil memandang Shahed.

Shahed mengangguk.

"Ada apa ini Shahed? Mengapa disini penuh dengan barang kita semua? Bukankah kita hendak pergi ke Lycia?" tanya Almeera kemudian.

"Oh itu aku belum menjelaskannya padamu. Kapal tumpangan kita telah melanjutkan perjalanannya ketika kalian pergi. Aku dan beberapa pelayan lainnya memutuskan untuk menurunkan barang dagangan kita. Kami tidak berani melanjutkan perjalanan tanpa kalian."

Teana mengangguk. Ia memahami posisi Shahed. Dalam hal ini tidak ada yang perlu disalahkan.

"Jadi malam ini kita menginap dimana? tanya Almeera.

"Itu sudah aku pikirkan baik -- baik." jawab Shahed.

***

       Sementara itu di Kota Hegra terjadi kericuhan. Seluruh rumah penduduk mengalami kerusakan parah. Ketika itu hampir menjelang malam. Tiba -- tiba gempa bumi dahsyat melanda seluruh kota. Meruntuhkan bangunan dan kuil yang ada di Kota Hegra.

       Demi menjaga keamanan, masing -- masing  penduduk mendirikan tenda -- tenda dari kulit kambing. Pihak kerajaan pun demikian. Mereka mendirikan beberapa tenda yang cukup besar sebagai tempat tinggal.

       Suasana di Kota Hegra terlihat ricuh. Keadaan kota menjadi berantakan. Rusak cukup parah. Beberapa fasilitas penyimpanan air seperti bendungan dan sumur -- sumur serta kuil -- kuil besar juga tidak berfungsi.

       Pemukiman Qasr Al Binth yang semula tertata rapi, kini terlihat hampir rusak. Bukit batu di wilayah itu banyak yang runtuh. Sehingga Qasr Al Binth kini sudah tidak layak ditempati lagi. Para penduduk disana sepakat untuk mendirikan tenda -- tenda.

***

       Sementara itu di Pulau Siprus, tepatnya di Pelabuhan Kota Paphos, Teana dan beberapa pengikutnya menyewa penginapan. Malam itu mereka sepakat untuk beristirahat di Kota Paphos.

"Jadi bagaimana Tuan? Apa langkah kita selanjutnya?" tanya Almeera.

"Sepertinya kita harus kembali ke Kota Hegra." jawab Teana.

"Baiklah kalau itu yang Tuan inginkan. Hamba rasa itu adalah langkah yang tepat. Dengan adanya Patung Dewa Dhushara di tangan Tuan, kita bisa mengakhiri segala musibah yang menimpa kota kita."

"Kau benar Almeera. Aku harus segera menyelesaikan semuanya. Secepatnya." balas Teana.

                Malam itu mereka bisa tidur dengan nyenyak.                                 Tiba -- tiba Teana merindukan Galata.

                "Galata." ucapnya sebelum menutup mata.

***

       Yodh marah. Tanpa menunggu kekuatannya pulih, ia dan beberapa pengikutnya mengambil keputusan untuk melakukan pengejaran kepada Teana. Yodh berpikir bahwa Teana pasti kembali ke Kota Hegra untuk mengembalikan patung Dewa Dhushara di Kuil Ad Deir meskipun Yodh tahu Teana masih berada di Kota Paphos. Yodh telah merencanakan sesuatu yang besar kepada Teana. Sesuatu yang tidak akan pernah Teana lupakan dalam hidupnya.

"Prajurit, perintahkan seluruh pembesar kerajaan untuk berkumpul di ruang pertemuan sekarang!" teriak Yodh penuh emosi.

       Malam itu berkumpullah seluruh pembesar kerajaan Yodh. tidak ada satupun yang membangkang untuk tidak hadir. Karena mereka tahu akibatnya. Sehingga malam itu ruang pertemuan sangat penuh.

Beberapa saat kemudian...

                "Yang Mulia Yodh tiba...." teriak pengawal kerajaan.

       Semua pembesar yang hadir di ruang itu berdiri diatas ekor mereka yang menjulur panjang. Masing -- masing berbusana seperti pembesar kerajaan.

"Wahai pengikutku, malam ini aku harus segera menuju ke Kota Hegra. Ada sesuatu yang harus aku selesaikan. Sebuah rencana pembalasan." ucap Yodh.

"Semoga Yang Mulia berhasil." teriak salah seorang pembesar kerajaan yang diikuti oleh pembesar yang lain.

"Tapi....." Yodh berhenti berkata sambil mengatur nafasnya dan memandangi satu persatu para pembesar yang hadir disana malam itu.

"Aku butuh kekuatan kalian." Lanjutnya kemudian dengan suara mendesis -- desis seperti ular. Lidahnya menjulur -- julur kemerahan.

"Kami siap Yang Mulia. Apapun akan kami korbankan demi Yang Mulia. Demi Bangsa Bawah." teriak salah seorang pengikut Yodh.

       Dan malam itu terjadilah ritual pemindahan energi ke tubuh Yodh. Semua pembesar kerajaan berkonsentrasi penuh. Berdiri diatas ekor mereka yang melingkar. Masing -- masing dari mereka merapalkan mantra sihir. Ruang pertemuan itu berubah menjadi hijau gelap karena aura sihir yang menyelimutinya.

       Seperti asap yang tertiup angin, energi para pembesar kerajaan berpindah kedalam tubuh Yodh melalui lubang mulutnya. Tubuh Yodh bersinar kehijauan. Pertanda energinya telah pulih kembali.

                "Terimakasih wahai pengikutku." ucap Yodh.

       Dengan kekuatan sihir yang cukup besar, Yodh mampu membuka gerbang dimensi waktu. Bersama beberapa pengikutnya, ia bertolak menuju Kota Hegra malam itu juga untuk membalas kekalahan mereka.

"Taw, ikutlah denganku."

"Baik Yang Mulia."

***

       Sementara itu di Kota Hegra, para penduduk beristirahat di tenda -- tenda kulit kambing yang mereka dirikan selama hampir sehari penuh. Tidur mereka sangat nyenyak. Rasa lelah yang melanda membuat mata mereka tertidur dengan cepat.

       Aairah dan Rashad tidak menyadari kehadiran pengikut Yodh didalam tendanya. Mereka tidur dengan nyenyaknya dibalik selimut yang cukup tebal dan hangatnya permadani bulu domba.

       Tanpa menimbulkan suara sedikitpun, ular hitam besar itu merayap dengan cepat diatas pasir. Menyusup kedalam selimut beberapa saat, kemudian merayap lagi keluar. Aairah dan Rashad masih terlihat tidur dengan nyenyaknya.

"Apa kau berhasil?" tanya Yodh diluar tenda.

"Berhasil Yang Mulia. Sesuai perintah Yang Mulia."

"Bagus, kau memang pengikut yang bisa aku andalkan."

       Lalu mereka kembali memasuki gerbang dimensi waktu menuju Kota Paphos. Namun sebelum Yodh melangkahkan kakinya kedalam gerbang dimensi itu, Taw membisikkan sesuatu kepada Yodh. lalu Yodh membalasnya dengan senyuman.

       "Kau memang cerdas Taw." gumam Yodh.

***

       Pagi itu Teana dan rombongan dagangnya berlayar menuju Kota Hegra. Semalam ia telah membuat keputusan yang matang. Bahwa keselamatan Bangsa Nabataea lebih penting dari segalanya.

       Kini patung Dewa Dhushara ada di tangannya, ia berharap semoga semua bencana ini bisa berakhir dan rakyat Nabataea bisa melakukan ritual pemujaan kepada Dewa Dhushara yang sesungguhnya. Bukan patung Dewa Dhushara palsu seperti yang selama ini mereka puja.

       Perjalanan itu memakan waktu kurang lebih tiga minggu. Teana dan rombongannya mempersiapkan segala keperluannya diatas kapal. Semua rencananya ia susun dengan matang.

***

       Sementara itu Yodh dan beberapa pengikutnya merasa puas. Mereka telah berhasil membalas kekalahan mereka. Kota Hegra kini dalam genggamannya. Tanpa patung Dewa Dhushara yang asli, ia bisa menguasai kota itu dengan mudah. Ia bisa menyebarkan sihirnya di kota itu.

"Selamat atas kemenangan Yang Mulia, kami sangat senang mendengarnya." ucap seorang pembesar kerajaan.

"Sebentar lagi kita bisa menguasai Kota Hegra dengan mudah Yang Mulia." Sahut yang lainnya.

"Kalian benar. Kota Hegra kini bukanlah apa -- apa bagiku. Sebelum aku kembali kemari, aku telah menyebarkan sihirku di kota itu. sebentar lagi kota itu akan musnah tak bersisa." ucap Yodh dengan bangga. Matanya menyala kehijau -- hijauan.

       Malam itu, setelah Yodh berhasil membunuh kedua orang tua Teana, Taw membisikkan rencananya kepada Yodh. Rencana untuk menyebarkan penyakit dan sihir di seluruh penjuru Kota Hegra. Dan Yodh pun menyetujui rencana itu.

***

       Keesokan paginya, Hamra -- wanita pelayan Aairah berteriak cukup keras didalam tenda milik majikannya itu. Penjaga tenda segera berlarian masuk. Mereka mendekati Hamra yang sedang menangis dibawah telapak kaki Aairah dan Rashad.

"Tuan... Nyonya... Banguuuun... Tuaaan... Nyonyaaa..." ucapnya pilu. Namun sayang, kedua tubuh majikannya hanya diam terbujur kaku. Tak bergerak sedikitpun.

       Galata datang setelah mendapatkan laporan dari penjaga tenda. Galata terlihat tegar berdiri disamping jasad kedua orang yang sudah ia anggap sebagai orang tua kandungnya itu. Sesekali ia menengadah keatas dengan mata berkaca -- kaca. Ia sungguh tak menyangka bahwa kedua orang yang sangat ia sayangi harus meninggal secepat itu.

                "Teana... Kau dimana?" gumam Galata.

       Sesuai hukum adat Bangsa Nabataea, semua keturunan Bangsa Nabataea yang telah meninggal harus disemayamkan di altar di kompleks Al Djinn terlebih dulu sebelum tulangnya disimpan di pemakaman keluarga. Tak terkecuali orang tua Teana.

       Hamra -- wanita tua pelayan Aairah dan Rashad yang setia, mempersiapkan keperluan pemakaman kedua majikannya itu. Dupa Myrrh, persembahan untuk Dewa Dhushara dan segala perlengkapan upacara kematian ia siapkan semuanya. Namun ia tidak berani mengganti baju kedua majikannya itu. Ia merasa tidak tega untuk melakukannya. Setelah ia membersihkan jasad Rashad dan Aairah, ia kembali mengenakan baju milik mereka itu.

       Dengan diiringi oleh beberapa pembesar kerajaan dan juga keluarga, jasad Rashad dan Aairah dibawa menuju sebuah altar di Kompleks Al Djiin dengan menggunakan dua buah tandu tanpa penutup. Delapan orang pelayan setia keluarga itu membawa tandu dengan sangat hati -- hati.

       Beberapa hari setelah kematian Rashad dan Aairah, Kota Hegra dilanda musibah.

***

       Tepat di minggu ketiga, rombongan dagang Teana tiba di pelabuhan Kota Caesarea. Lalu mereka melanjutkan perjalanan mereka menuju Kota Petra dan bertolak menuju ke Kota Hegra.

       Selama hampir empat hari perjalanan darat, rombongan dagang Teana akhirnya tiba di Kota Hegra. Ia sangat kaget melihat keadaan kotanya. Keadaan kota itu sangat kacau. banyak para penduduk yang mengalami penyakit -- penyakit aneh. Anak -- anak kecilpun demikian. Kulit mereka terlihat kasar dan terdapat banyak luka bekas gigitan hewan melata. Para penduduk itu terlihat menggaruk -- garuk tangan dan kakinya. Sehingga memperparah luka di kulit mereka.

"Apa yang terjadi pada kalian? Mengapa semua penduduk tertimpa musibah yang sama?" tanya Teana ketika mendekati seorang lelaki muda tak jauh dari pemukiman Qasr Al Binth. Namun lelaki itu hanya diam membisu lalu pergi meninggalkan Teana.

       Teana semakin bingung saat melihat sebuah tenda besar dihadapannya. Ia mencoba melangkah masuk ketika mengetahui seorang prajurit ayahnya berdiri menjaga didepan tenda. Almeera mengikuti Teana masuk.

       Betapa kagetnya Teana ketika ia tak menemukan kedua orang tuanya didalam tenda itu. Ia hanya mendapati Hamra sedang membersihkan ruangan didalam tenda.

"Hamra, apa yang sedang terjadi disini? Ada apa ini?" tanya Teana. Hamra seketika itu langsung berhenti bekerja, ia berlari mendekati putri majikannya itu sambil menangis.

"Tuaaan...." ucap Hamra lirih sambil berlari memeluk Teana. Air matanya jatuh di bahu Teana. "Akhirnya Tuan pulang juga."

"Hamra, katakan padaku. Ada apa ini sebenarnya?" tanya Teana dengan wajah tidak mengerti.

"Tuan, maafkan hamba. Hamba pantas mati karena tidak bisa menjaga kedua orang tua Tuan."

       Tangisan Hamra makin menjadi. Tak henti -- hentinya ia memeluk Teana. Berulang kali ia meminta maaf kepadanya. Teana hanya bisa menangis ketika Hamra menceritakan perihal kematian orang tuanya.

"Ayah... Ibu..." ucap Teana lirih dengan air mata berjatuhan. Almeera ikut terlarut dalam suasana itu. Tidak ada yang bisa ia perbuat untuk Teana saat ini.

       Setelah keadaan Teana cukup tenang dan bisa dikendalikan, Hamra mengajak mereka berdua untuk makan malam. Tak lama kemudian datanglah Galata.

                "Galata..." ucap Teana.

                "Teana..."

       Teana nampak senang. Ia berlari menuju Galata yang masih berdiri di depan pintu tenda. Ia memeluk erat tubuh Galata. Ingin rasanya ia menumpahkan kesedihannya.

"Apa yang terjadi pada kedua orang tuaku Galata? Katakan padaku."

"Maafkan kami Teana. Orang tuamu meninggal karena racun ular. Kejadiannya sangat cepat sehingga kami tidak sempat menolong mereka." ucap Galata sambil memeluk dan mencium kening Teana.

"Tuan Galata... Tuan Teana... Sebaiknya kita makan dulu. Hamba sudah menyiapkan makan malam untuk kalian. Tentu kalian sudah lapar bukan?" ucap Hamra.

"Ayo Teana, kita makan dulu." bisik Galata.

       Malam itu adalah malam yang menyedihkan bagi Teana. Kenangan kedua orang tuanya muncul dalam ingatannya. Nasihat Rashad masih ia ingat. Selendang pemberian Aairah masih ia simpan.

       Setelah menghabiskan makanannya, Teana pamit untuk tidur. Ia sengaja memilih tidur diatas ranjang kedua orangtuanya. Ia ingin merasakan kehangatan pelukan orang tuanya. Saat hampir tertidur, Teana mendapati permadani yang ia tiduri terlihat kecoklatan. Dua buah bercak kecoklatan. Lalu ia meraba dan mencium aroma bercak itu.

"Ada sesuatu yang tidak beres." gumam Teana. Lalu ia merapikan permadani itu dan melanjutkan tidurnya.

       Keesokan paginya, Teana dan Almeera berangkat menuju sebuah altar di Kompleks Al Djinn. Teana ingin memberikan penghormatan terakhir untuk kedua orang tuanya.

       Sesampai di altar, tangis Teana makin menjadi. Ia berlari menuju jasad kedua orang tuanya yang hampir menjadi tulang belulang. Pakaian penutup jasad itu hampir koyak seluruhnya. Hanya beberapa bagian yang nampak utuh. Nampaknya burung pemakan bangkai hanya menyisakan sedikit daging yang melekat di jasad kedua orang tuanya.

"Ayaaah... Ibuuu..." teriak Teana lepas sambil memeluk jasad kedua orang tuanya.

       Teana mencium pipi kedua orang tuanya. Lalu merapikan serpihan -- serpihan baju orang tuanya. Ketika ia merapikan serpihan kain di bagian kaki kedua orang tuanya itu, ia melihat bercak kecoklatan yang sama dengan bercak diatas permadani tempat ia berbaring semalam.

"Ternyata kalianlah pelakunya..." gumam Teana. Lalu Teana mengambil Jambia miliknya dan memotong kain itu. Ia masukkan kembali Jambia miliknya beserta potongan pakaian milik kedua orang tuanya.

       Tiba -- tiba sebuah suara memanggil namanya. Suara berat seorang wanita tua. Tubuh Teana terdiam. Darahnya seperti berhenti mengalir.

"Teana, dengarkan aku. Aku mengenal siapa ibumu. Aku tahu siapa ayahmu. Asal -- usulmu pun aku tahu. Tak perlu kau takut. Aku berpihak kepadamu. Suatu saat akan aku katakan siapa aku. Saat ini aku hanya ingin menyampaikan bahwa kau harus berhati -- hati. Lindungilah bangsamu. Bangsa Nabataea. Karena saat ini musuhmu telah ada didepan mata. Musuhmu bukanlah makhluk biasa. Mereka adalah Bangsa Bawah yang ingin menguasai Kota Petra. Aku serahkan urusan ini kepadamu. Karena kau adalah manusia pilihan. Berhati -- hatilah Teana."

       Setelah suara itu menghilang, Teana kembali pada kesadaran dirinya. Ia menarik napas yang panjang.

       Tepat diatas sebuah batu cadas tak jauh dari altar, berdirilah seorang wanita cantik dengan seekor singa berkepala elang bersayap kelelawar.

"Bantulah Teana. Jangan biarkan ia sendirian Dalath."

"Baik Yang Mulia Ratu Mehnaz. Hamba akan membantu Teana. Hamba berjanji."

***

       Malam itu setelah kepulangan Teana dari Kompleks Al Djinn. Beberapa penduduk yang terjangkit penyakit aneh tiba -- tiba berteriak -- teriak. Mereka berhamburan keluar tenda dan membuat keributan di beberapa tempat. Penjaga tenda milik Teana mulai meningkatkan penjagaan.

"Tuan, berhati -- hatilah. Jangan keluar tenda. Diluar sedang bahaya." ucap salah seorang prajurit kepada Teana.

       Namun hal itu membuat Teana tidak takut sedikitpun. Setelah ia mengganti jubahnya, ia melangkah keluar tenda. Ia melihat beberapa penduduk berlarian menyelamatkan diri gigitan penduduk yang terserang penyakit aneh.

       Teana hanya bisa melihat keanehan itu tanpa bisa berbuat apapun.

"Prajurit, mengapa kau diam saja? Tolonglah wanita itu cepat." teriak Teana.

"Maaf Tuan, hamba tidak bisa menolongnya. Karena jika kita terkena gigitan mereka, tubuh kita akan berubah menjadi seperti mereka. Bersisik dan berbau aneh."

"Setidaknya kau tangkap pria yang terserang penyakit itu. Biar aku obati." ucap Teana cemas.

"Maaf Tuan, hingga saat ini tidak ada obat yang bisa menyembuhkan penyakit aneh itu. Kita semua sudah mencoba berbagai macam obat."

"Bagaimana ini, Oh Dewa tolonglah aku." gumam Teana dalam hati.

       Tiba -- tiba sebuah suara menggema dalam telinga Teana. suara yang tidak asing bagi Teana.

"Ambillah air dari sumber air di kompleks Al Djinn. Lalu minumkan air itu kepada mereka yang terserang penyakit. Itulah obatnya."

Teana mengangguk. Lalu ia tersenyum senang.

"Terimakasih Dalath." gumamnya dalam hati.

       Untuk meningkatkan penjagaan, para prajurit penjaga bersiap siaga di depan tenda -- tenda penduduk. Mereka mencoba menghalau para penduduk yang terjangkit penyakit aneh dengan memakai obor -- obor api. Setidaknya itu yang bisa mereka lakukan sebelum mereka benar -- benar menemukan obatnya.

***

       Keesokan paginya, Galata, Almeera dan Teana berangkat menuju sebuah sumber air di Kompleks Al Djinn. Sesuai petunjuk yang dibisikkan oleh Dalath, Teana akhirnya menemukan sumber air tersebut. Sumber air Mehnaz. Dengan dibantu oleh Galata dan Almeera, ia mengisi beberapa kendi yang mereka bawa. Setelah merasa cukup, mereka akhirnya pulang.

       Para prajurit ditugaskan oleh Teana untuk menangkap penduduk yang terjangkit penyakit. Dengan menggunakan tongkat pengait, mereka menangkap penduduk itu lalu mengikat kedua tangan mereka. Hal ini dilakukan untuk mencegah gigitan mereka.

       Sedangkan Galata bertugas memegang leher dan membuka mulut mereka. Sehingga Teana bisa memasukkan air itu untuk mereka minum.

       Keadaan mulai terkendali, satu persatu para penduduk yang terjangkit penyakit aneh mulai terlihat tenang. Kulit mereka secara perlahan mulai mengering dan kembali seperti semula.

"Terimakasih Dewa. Terimakasih atas pertolonganmu." ucap Teana dalam hati.

       Teana segera memberi mereka makan. Dengan lahapnya, mereka menghabiskan makanan itu.

       Satu masalah telah berhasil Teana selesaikan. Keadaan Kota Hegra kini mulai berangsur -- angsur aman. Para prajurit telah membersihkan kota itu dari puluhan ular -- ular mematikan. Mereka membakar ular -- ular itu tanpa tersisa sedikitpun.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun