Mohon tunggu...
Choirul Rosi
Choirul Rosi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen yang hobi membaca buku dan novel

Cerita kehidupan yang kita alami sangat menarik untuk dituangkan dalam cerita pendek. 🌐 www.chosi17.com 📧 choirulmale@gmail.com IG : @chosi17

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Celupak

8 Januari 2019   23:38 Diperbarui: 8 Januari 2019   23:50 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : kebudayaan.kemdikbud.go.id

Trowulan tahun 2018...

Wanto -- lelaki warga Desa Kumitir terlihat marah. Pondasi rumahnya tiba -- tiba ambles kedalam tanah. Sore itu setelah pulang dari tegalan miliknya, ia mendapati istri dan anaknya berada dirumah seorang tetangganya dalam keadaan ketakutan. Istrinya bercerita bahwa ia bersama anaknya hampir saja tertimpa runtuhan genting rumah mereka saat sedang membersihkan teras rumah mereka siang hari. Beruntung saat itu ada tetangga yang meneriakinya. Sehingga ia bisa menghindar dari bahaya. Mendengar cerita istrinya itu, ia merasa harus melakukan sesuatu. karena ia telah dirugikan atas tindakan penggalian yang dilakukan oleh Rudi beberapa bulan terakhir ini. Juragan batu bata yang berasal dari Desa Mlaten itu tidak menghiraukan peringatannya.

"Rudi... Aku harus membuat perhitungan denganmu." gumam Wanto diiringi bunyi giginya yang bergemeretak.

Malam itu selepas magrib, Wanto mendatangi rumah perangkat Desa Kumitir. Bersama istri dan dua orang tetangganya, ia berniat mengadukan kejadian yang menimpanya kepada lurah setempat. Perjalanan mereka diiringi hujan gerimis yang turun sejak sore.

Dua minggu setelah kejadian itu, beberapa perangkat Desa Kumitir dan tiga orang polisi mendatangi rumah Wanto. Setelah dilakukan penyelidikan di lokasi kejadian, terkuak fakta bahwa di tempat bekas penggalian tanah terdapat sebuah situs bersejarah. Hal ini dikuatkan oleh pembantu lurah yang tidak sengaja menginjak gundukan batu bata berukuran tidak biasa dan warna yang terlihat mencolok kehitaman. Ia lalu mengambil satu batu bata tersebut untuk dilaporkan ke Balai Pelestarian Cagar Budaya Trowulan guna mendapatkan penyelidikan lebih lanjut.

"Terimakasih Pak Wanto, kami segera menindaklanjuti kasus ini secepatnya." ucap Pak Lurah.

Malam hari setelah kejadian itu, istri Wanto hendak mengambil air untuk sholat malam. Seperti kebanyakan rumah di desa, kamar kecil para penduduk berada terpisah dari rumah induk. Sehingga ketika mereka ingin menggunakan kamar kecil tersebut di malam hari, mereka tidak merasa takut sedikitpun.

Namun malam itu terasa janggal bagi istri Wanto, samar -- samar dari kejauhan ia melihat kepulan asap putih membumbung ke udara. Asap itu berasal dari lokasi bekas pengambilan sampel batu bata pagi tadi. Ia semakin merinding ketika mencium bau harum bunga kenanga di sekitar kamar kecilnya. Padahal ia merasa tidak memiliki pohon kenanga.

***

Pagi itu, direktur Balai Pelestarian Cagar Budaya Trowulan Daud Agil menggelar rapat tertutup di kantornya. Ia dan beberapa pegawainya membahas hasil temuan yang mereka dapatkan di Desa Kumitir. Rapat itu berjalan lancar.

"Bagaimana menurut Bapak Made?" tanya Daud sambil menunjukkan batu bata temuannya di depan layar ponselnya. "Apakah kita perlu mengusut kasus ini lebih jauh?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun