Artinya, ada nilai tambah yang tidak bisa diukur dengan materi semata. Bimbingan itu menyangkut keberlangsungan ibadah, kepastian hukum, serta jaminan agar jemaah tidak merasa ditinggalkan di tengah perjalanan.
PKS Menyambut Aspirasi
Kedatangan 13 asosiasi ini disambut langsung oleh Presiden PKS, Almuzammil Yusuf, yang didampingi Kepala KSP PKS Pipit Sopian. Almuzammil menyatakan, PKS membuka pintu selebar-lebarnya bagi masukan dari berbagai pihak, terutama dalam isu strategis yang menyentuh umat.
"Asosiasi-asosiasi memberikan masukan kepada kami terkait dengan perubahan undang-undang umrah dan haji," ujarnya singkat.
Bagi PKS, isu ini tentu bukan hanya soal teknis perjalanan, tetapi juga menyangkut perlindungan umat. Oleh karena itu, semua masukan yang sudah dituangkan dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) akan dijadikan bahan pertimbangan serius dalam sikap politik partai.
13 Asosiasi, Ribuan Travel, dan Ratusan Ribu Jemaah
Perlu diketahui, ketiga belas asosiasi ini bukan kelompok kecil. Mereka terdiri dari AMPHURI, AMPUH, ASHURI, ASPHIRASI, ASPHURI, ASPHURINDO, ATTMI, BERSATHU, GAPHURA, HIMPUH, KESTHURI, MUTIARA HAJI, dan SAPUHI.
Jika ditotal, mereka membawahi lebih dari 3.500 travel resmi yang sudah mengantongi izin sebagai PPIU dan Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK). Artinya, suara yang mereka bawa ke PKS merepresentasikan kepentingan ratusan ribu calon jemaah yang setiap tahun mempercayakan ibadahnya kepada lembaga-lembaga resmi ini.
Di sinilah letak urgensi aspirasi mereka. Legalisasi umrah mandiri bukan hanya akan merugikan PPIU, tetapi juga berpotensi menimbulkan kekacauan sistemik. Ada ketidakadilan ketika PPIU diwajibkan membayar pajak, melakukan akreditasi, dan memenuhi kewajiban berlapis, sementara pelaku umrah mandiri bisa berjalan tanpa aturan ketat.
Bukankah ini bisa menciptakan dualisme standar yang berbahaya?
Pasal Lain yang Menjadi Sorotan