Oh, kesialan macam apa ini, bulan kesembilan saja belum berlalu tapi kenangan membekas akan lisan liar terulang malam ini. Menyatu dengan kebencian yang menjadi akar pahit.
Antara kesialan dan kenangan membekas adalah mendung yang terulang. Berdarah-darah menerjemahkan kesejahteraan. Ah, siapa yang korban, siapa pula yang menginginkan kematian. Asu.
Andai kelahiran bisa di reshuffle, andai yang hanya menjadi keinginan bodoh karena bagaimanapun kelahiran sudah terjadi. Ini adalah resah yang berulang, tidak tahu sampai kapan. Hari keempat belas di bulan kesembilan malam ini, menjadi kesialan yang sudah ribuan kali berulang.
Ingin melangkah pergi tapi ini adalah jalan yang tak bisa dipilih, hanya menjalani sampai kematian memanggil. Ini merupakan jejak-jejak kelam yang terpatri dalam jiwa. Ini akibat jatuh cinta sendirian, lantas kenapa memilih untuk mencintai jika tidak siap terluka? Rasa luka yang menghujam dengan dalam.Â
Ah, antara kesialan dan kenangan membekas, ada manusia-manusia bajingan dan manusia-manusia lemah yang hanya mementingkan ego dan kepuasan pribadi tanpa memikirkan efek samping yang terjadi.
Cinta yang mati tanpa kepedulian. Sandiwara yang berpura-pura. Kasih yang sudah menjadi asing. Hati yang telah menjadi hambar, dan harapan yang telah menjadi mati.
***
Rantauprapat, 14 September 2025
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI