Mohon tunggu...
Lugas Rumpakaadi
Lugas Rumpakaadi Mohon Tunggu... Jurnalis - WotaSepur

Wartawan di Jawa Pos Radar Banyuwangi yang suka mengamati isu perkeretaapian.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Mengapa Tidak Belajar dari Belanda?

15 November 2022   18:13 Diperbarui: 15 November 2022   18:23 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kondisi rumah warga yang rusak pasca diterjang banjir, Sabtu (5/11/2022). (Sumber: Dokumentasi Pribadi/Jawa Pos Radar Banyuwangi)

Dari situ dapat disimpulkan bahwa PTPN XII lah yang seharusnya bertanggung jawab atas bencana banjir di Kalibaru. Faktor alih fungsi lahan berdampak besar atas hanyutnya rumah dan hewan ternak masyarakat yang tinggal di sekitar daerah aliran sungai (DAS) Iyas.

Sejatinya, saya pernah memprediksi kemungkinan terburuk dari adanya alih fungsi lahan di Kalibaru. Saat itu di tahun 2017, saya masih menjalani perkuliahan sebagai mahasiswa S-1 Agribisnis semester 3 di salah satu perguruan tinggi negeri di Kota Malang. Sayangnya, hal itu hanya saya utarakan sebagai bahan diskusi akademik di kelas antara mahasiswa dengan dosen saja.

Saya pernah kepikiran waktu itu, kenapa Belanda tidak menanam tebu saja di daerah seperti Kalibaru. Padahal waktu itu komoditas tersebut sedang trending di Eropa. Harganya melejit dan pasti untung jika semakin banyak produsen tebu. Namun, Belanda malah memilih menanam kakao di sana.

Lantas, saya menemukan jawabannya, bahwa tebu tidak efektif dalam menghalau air. Kanopinya sempit. Dampaknya, tanaman tersebut tidak dapat melindungi tanah ketika hujan. Air hujan yang turun mengalir begitu saja tanpa ada pelindung, dan masuk ke ceruk-ceruk sungai. Dari situ, debit sungai meningkat dan terjadilah banjir ketika sungai sudah tidak mencapai ambang batasnya.

Berbeda dengan kakao yang punya karakteristik kanopinya lebar. Tanaman yang bijinya biasa diolah sebagai cokelat itu mampu melindungi tanah ketika hujan turun. Air hujan dipecah oleh kanopi dan sesampainya di tanah, butirannya sudah mengecil. Hal ini memudahkan air untuk terserap masuk ke dalam tanah.

Belum lagi biasanya di tanah sekitar pohon kakao ada sisa daun kering. Sudah bisa dipastikan air hujan pasti tidak langsung kontak dengan tanah. Butiran kecilnya yang sampai ke permukaan tanah.

Dampaknya, air hujan yang turun tidak langsung semuanya mengalir ke ceruk sungai. Namun, disimpan sebagai cadangan air di dalam tanah. Hasilnya, ketika hujan turun deras, kemungkinan terjadinya banjir sangat kecil.

Teorinya sederhana, namun sepertinya tidak terpikirkan oleh para pengambil kebijakan. Tanaman perkebunan dengan segala karakteristik dan manfaatnya itu malah dibabat, tergantikan komoditas lain yang dipaksakan untuk ditaruh di lahan tersebut.

Pada akhirnya, kekhawatiran saya soal alih fungsi lahan itu terjadi 5 tahun berikutnya. Satu pertanyaan sederhana saya saat ini kepada para pengambil kebijakan, "Mengapa tidak belajar dari Belanda?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun