Mohon tunggu...
Julianda Boang Manalu
Julianda Boang Manalu Mohon Tunggu... ASN pada Pemerintah Kota Subulussalam, Aceh

Penulis buku "Eksistensi Keuchik sebagai Hakim Perdamaian di Aceh".

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Perceraian Justru Jadi Bentuk Self-Love di Masa Tua

11 Oktober 2025   07:01 Diperbarui: 11 Oktober 2025   00:39 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi grey divorce, perceraian di usia senja (Freepik/Freepik via KOMPAS.com)

Keluarga dan teman dekat harus belajar peran sebagai pendengar dan pendukung, bukan pengadil. Daripada bertanya "kenapa kalian berpisah?", lebih baik menyambut dengan "apa yang bisa saya bantu?" atau "bagaimana kamu ingin melanjutkan hidupmu?" Sikap ini memberi ruang bagi pemilik pengalaman untuk menentukan langkahnya sendiri, tanpa rasa malu.

Pihak lembaga keagamaan dan tokoh masyarakat juga bisa memberikan ruang dialog terbuka dan pendidikan nilai --- menjembatani antara norma agama dan kebutuhan individu atas kebahagiaan. Dengan pengertian bahwa kadang melepas bukan berarti menyerah, melainkan memilih kembali hidup penuh makna.

Dukungan kebijakan publik juga penting: penyediaan layanan konseling gratis atau bersubsidi di pusat lansia, pelayanan sosial, akses ke kelompok kegiatan kreatif atau pendidikan lanjut usia --- semua ini bisa menjadi jembatan praktis bagi lansia pasca perceraian agar tidak terisolasi.

Bagi Kompasianer, kita bisa mulai dari hal kecil: berempati dan memberi ruang bagi orang tua atau lansia di sekitar kita yang mungkin menghadapi dilema batin ini. Menjadi pendukung tidak berarti setuju segalanya, tapi membiarkan ruang untuk healing, memilih langkah hidupnya sendiri, dan merayakan keberanian mereka.

Menyulam Kisah Harapan

Ketika seseorang memutuskan bercerai di usia tua, itu sering kali bukan langkah spontan, melainkan akhir dari perjalanan panjang penyesuaian batin dan kesadaran akan pentingnya kesejahteraan diri sendiri. Baginya, perpisahan bukan keruntuhan, melainkan pembebasan.

Di titik itu, setiap hari bisa menjadi kesempatan baru: pagi untuk menyapa diri dengan lembut, siang untuk merajut aktivitas yang membawa sukacita, malam untuk hening memikirkan makna hidup. 

Tak jarang, mereka menemukan kembali mimpi-mimpi tertunda---bepergian jauh, belajar seni, menulis kisah hidup, atau terlibat dalam kegiatan sosial yang selama ini terhenti.

Ada kisah Pak Budi (65 tahun) yang setelah perceraian menekuni hobi fotografi dan ikut komunitas lansia kota. Meski awalnya ragu, ia justru menemukan teman-teman baru dan rasa bangga melihat karyanya dipajang dalam pameran komunitas. 

Bagi Budi, itu adalah bentuk self-love: memberi ruang ekspresi dan makna baru di akhir usia.

Proses transformasi ini tidak mulus; tentu muncul hari-hari dimana rasa rindu, kesepian, atau keraguan mendatangi. Tetapi dengan self-compassion, mereka belajar memberi ruang bagi kelemahan tanpa menjadikannya penjara. 

Bila suatu saat ingin menjalin hubungan baru---bukan karena tekanan, melainkan karena pilihan sadar---mereka melakukannya dari posisi diri yang sudah "utuh kembali."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun