Mohon tunggu...
Julianda Boang Manalu
Julianda Boang Manalu Mohon Tunggu... ASN pada Pemerintah Kota Subulussalam, Aceh

Penulis buku "Eksistensi Keuchik sebagai Hakim Perdamaian di Aceh".

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Perceraian Justru Jadi Bentuk Self-Love di Masa Tua

11 Oktober 2025   07:01 Diperbarui: 11 Oktober 2025   00:39 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi grey divorce, perceraian di usia senja (Freepik/Freepik via KOMPAS.com)

Bangsa kita juga sangat memperhatikan relasi antar generasi dan penghormatan kepada orang tua atau mertua. Keputusan lansia bercerai bisa dianggap sebagai pengkhianatan norma kolektif dan menyebabkan tekanan emosional bagi pihak keluarga yang tersisa. 

Stigma "orang ketiga", "egois di usia tua", bahkan rumor keburukan bisa muncul, menyebarkan rasa malu dan isolasi bagi yang bersangkutan.

Faktor kelas sosial juga tak bisa dilepaskan. Menurut riset tentang narasi perceraian di Indonesia, keputusan untuk menceraikan atau bertahan sangat dipengaruhi latar ekonomi dan akses terhadap sumber daya hukum serta dukungan sosial. (ResearchGate). 

Dalam komunitas dengan akses terbatas, lansia penceraian mungkin tidak punya peluang yang sama untuk memulai kehidupan baru dibanding mereka dengan sumber daya finansial memadai.

Belum lagi tekanan keluarga besar: anak, menantu, dan saudara bisa menyuarakan protes atau memandang bahwa keputusan tersebut "membuang masa lalu," sehingga orang lansia menjadi korban komentar pedas dan penilaian moral. Tak jarang mereka menyimpan rahasia atau tidak mau membagikan alasannya demi menjaga imej.

Di tengah tekanan itu, pilihan melakukan perceraian sebagai bentuk self-love menjadi sangat radikal. Ia menantang norma lama dan menyuarakan: "Saya berhak memilih bahagia, meski usia sudah senja." 

Seiring berubahnya paradigma sosial, kiranya kita perlu membuka ruang empati dan pemahaman lebih luas terhadap orang lansia --- bahwa mereka juga memiliki hak atas kebahagiaan dan kemandirian batin.

Membangun Support System untuk Self-Love Lansia

Langkah pertama dalam dukungan praktis adalah kehadiran profesional psikolog atau konselor yang memahami dinamika lansia --- bukan hanya krisis pernikahan umum, tapi konteks kehilangan identitas, rasa bersalah, dan penyesuaian di usia lanjut. 

Terapi berbasis compassion-focused dan acceptance commitment therapy telah menunjukkan efektivitas dalam meningkatkan adaptasi pasca perceraian. (jhsss.sums.ac.ir).

Komunitas dan kelompok sebaya juga sangat berperan. Misalnya kelompok diskusi lansia, komunitas kegiatan seni, atau kelas kebugaran lansia --- di mana mereka bisa berkumpul tanpa stigma dan saling berbagi pengalaman hidup. 

Dengan kehadiran sesama orang senja yang juga sedang membangun kehidupan baru, seseorang merasa tak sendiri dalam perjalanan panjang itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun