Mohon tunggu...
Julianda Boang Manalu
Julianda Boang Manalu Mohon Tunggu... ASN pada Pemerintah Kota Subulussalam, Aceh

Penulis buku "Eksistensi Keuchik sebagai Hakim Perdamaian di Aceh".

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Daddy Issues dalam Budaya Patriarki

12 September 2025   14:45 Diperbarui: 12 September 2025   14:45 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Daddy issues cukup banyak dialami masyarakat Indonesia karena kurangnya peran ayah dalam pengasuhan. (Dok. Freepik/jcomp via KOMPAS.com)

Sejak kecil kita sering diajari bahwa ayah adalah pencari nafkah, ibu adalah pengasuh utama. Budaya patriarki yang sudah lama jadi bagian dari tatanan sosial kita menetapkan skenario ini tanpa banyak pertanyaan. 

Tapi, apa jadinya ketika figur ayah secara emosional atau fisik tidak hadir, sementara budaya tetap memperkuat norma bahwa ayah seharusnya hadir dengan cara yang terbatas? 

Di sinilah masalah Daddy Issues memasuki ruang yang luas: bukan hanya hubungan percintaan, melainkan pembangunan emosional, sosial, bahkan identitas seseorang, dibentuk dalam bayang patriarki yang kadang tak terlihat. 

Budaya Patriarki dan Kehadiran Ayah 

Patriarki di Indonesia, seperti di banyak masyarakat lain, menempatkan laki-laki sebagai figur dominan dalam ranah publik dan tanggung jawab ekonomi. Peran ayah tradisional sering dibatasi pada pencarian nafkah, tanggung jawab finansial, dan "wajib hadir" dalam hal tertentu---bayar sekolah, memberikan fasilitas, ikut keputusan besar keluarga. 

Namun kehadiran secara fisik saja sering kali tidak disertai kehadiran emosional: mendengarkan, membimbing, menguatkan.

Data BKKBN (2025) mengungkap bahwa sekitar 20,9 persen anak di Indonesia tumbuh tanpa peran ayah yang aktif. Situasi "tanpa figur ayah yang aktif" ini disebabkan oleh berbagai faktor: perceraian, kematian, atau pekerjaan yang mengharuskan ayah tinggal jauh dari keluarga. 

Sementara itu, survei BPS di waktu yang sama menemukan hanya 37,17 persen anak usia 0-5 tahun yang diasuh secara bersamaan oleh kedua orang tua kandung (detik.com).

Norma patriarki memperpanjang kesan bahwa "tidak apa-apa" jika ayah tidak ikut mengurus anak dalam keseharian, karena itu dianggap "bukan tugasnya". 

Padahal, penelitian di Surabaya dengan siswi kelas 11 menemukan bahwa tingkat kepercayaan diri pada anak perempuan memiliki korelasi positif dengan peran ayah; semakin tinggi peran ayah, semakin tinggi kepercayaan diri mereka (Character, Jurnal Penelitian Psikologi). 

Ini menunjukkan bahwa peran ayah jauh melampaui sekadar materi atau status sosial, tapi benar-benar memengaruhi psikologi dan kepribadian anak, khususnya perempuan.

Keterkaitan Daddy Issues dengan Budaya Patriarki 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun