Â
Dunia kini bergerak dengan kecepatan luar biasa. Disrupsi terjadi ketika cara lama tergantikan inovasi baru yang lebih efisien, sering kali berbasis teknologi.Â
Fenomena ini mengubah banyak aspek kehidupan: dari transportasi konvensional ke ojek online, dari belanja di pasar ke e-commerce, hingga dari kelas fisik ke pembelajaran daring.Â
Menurut Bank Indonesia (2022), transaksi e-commerce nasional menembus Rp476 triliun, bukti nyata pergeseran besar ke arah digital.
Pendidikan juga mengalami percepatan transformasi. Pandemi COVID-19 membuat jutaan siswa belajar dari rumah menggunakan Zoom atau Google Classroom.Â
UNESCO (2020) mencatat lebih dari 1,2 miliar anak di dunia terdampak. Perubahan ini menegaskan bahwa disrupsi bukan sekadar tren, melainkan kenyataan baru yang merambah ruang hidup sehari-hari.
Sektor kesehatan pun beradaptasi. Aplikasi telemedicine seperti Halodoc dan Alodokter memungkinkan pasien berkonsultasi jarak jauh. Meski praktis, muncul pula persoalan keamanan data pasien dan kualitas layanan.Â
Di sisi lain, hukum menghadapi tantangan kejahatan digital yang kian meningkat. BSSN mencatat lebih dari 700 juta serangan siber di Indonesia sepanjang 2022, mendorong lahirnya regulasi baru seperti UU Perlindungan Data Pribadi.
Eksistensi Empat Generasi dalam Arus Disrupsi
Di tengah arus perubahan, empat generasi menunjukkan respons berbeda. Baby Boomers (1946--1964) tumbuh di dunia analog dan kini menghadapi kesulitan literasi digital, tetapi tetap eksis sebagai mentor dan penjaga nilai.Â
Generasi X dan Milenial (1965--1996) berperan sebagai jembatan, karena pernah hidup di era analog sekaligus terbiasa dengan digital. Mereka menjadi penggerak ekonomi kreatif dan bisnis berbasis teknologi.