Mohon tunggu...
Julianda Boang Manalu
Julianda Boang Manalu Mohon Tunggu... ASN pada Pemerintah Kota Subulussalam, Aceh

Penulis buku "Eksistensi Keuchik sebagai Hakim Perdamaian di Aceh".

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Sudahkah HRD dan User Mengevaluasi Diri Sebelum Menyalahkan Karyawan?

13 Juni 2025   16:02 Diperbarui: 13 Juni 2025   15:21 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi interview kerja. (Sumber: https://campuspedia.id/news/beda-interview-user-dan-hrd/)

Sudahkah HRD dan User Mengevaluasi Diri Sebelum Menyalahkan Karyawan?

Oleh: Julianda BM

Di tengah gegap gempita perkembangan bisnis dan persaingan ketat talenta, perusahaan sering kali menjadikan HRD dan user---user di sini mencakup manajer, supervisor, atau kepala divisi---sebagai garda depan dalam merekrut karyawan baru. 

Namun, sekilas tanpa disadari, keduanya kerap menjadi sorotan saat muncul keluhan terhadap karyawan: "Kenapa karyawan ini tidak sesuai?" "Sudah orientasi, kok masih butuh banyak bimbingan?" "Kinerjanya standar banget." 

Padahal, sebelum menuduh "kesalahan individu", malu rasanya kalau HRD dan user tak pernah mengevaluasi proses perekrutan mereka sendiri. Audit internal rekrutmen menjadi jembatan refleksi dan peningkatan.

Mengapa Audit Internal Rekrutmen itu Penting?

Saat karyawan baru tiba dengan berbagai potensi, seharusnya HRD dan user saling berkolaborasi memastikan kecocokan. 

Namun, banyak perusahaan melewatkan refleksi kritis: pernahkah HRD mengevaluasi kembali efektivitas brief user? Apakah user memahami betul profil yang dibutuhkan? Apakah proses seleksi berhasil mengidentifikasi kualitas utama sesuai budaya dan standar perusahaan? 

Audit internal akan membuka kesadaran bahwa kegagalan rekrutmen bukan semata dari kandidat, tapi bisa berasal dari struktur proses, bias, ekspektasi yang tak realistis, atau miskomunikasi.

Audit internal tak berarti menyalahkan, tapi membangun accountability besar---agar HRD dan user bersama-sama memfokuskan pada apa yang bisa diperbaiki dan bagaimana cara mencegah kesalahan berulang.

Proses rekrutmen mencakup banyak tahapan, dan setiap fase bisa menjadi sumber potensi kebocoran mutu. Untuk audit yang matang, perlu fokus pada sebagian aspek berikut.

Pertama, evaluasi requirement analysis: apakah HRD dan user sudah melakukan analisis kebutuhan tim secara mendalam, atau sekadar menyalin deskripsi lama? 

Sering kali, HRD menggunakan template job description, sedangkan user mengharapkan seseorang yang "multitasking" atau "teknikal" sesuai selera, tanpa pertimbangan tentang sumber daya, timeline pelatihan, dan budaya organisasi yang sedang berkembang.

Kedua, audit metode seleksi. HRD sering menggunakan tes psikometri atau tes kemampuan hard skill standar. 

Tapi apakah user diberi kesempatan meninjau hasilnya? Apakah tes ini pernah di-validasi secara empiris terhadap performa kandidat setelah direkrut? 

Bila tidak, HRD akan terus menggunakan tools yang tidak akurat, atau user akan menolak hasil tes karena merasa subyektivitas mereka "lebih paham". Perlu evaluasi data historis, misalnya melihat hubungan skor psikometri dengan performa aktual di tim selama 6--12 bulan.

Ketiga, audit wawancara. Siapa yang hadir? Berapa lamanya? Apakah user aktif mengajukan pertanyaan sesuai tugas di lapangan? Dan apakah HRD memfasilitasi agar user dapat mengukur soft skill kandidat, seperti adaptabilitas dan kolaborasi? 

Banyak wawancara "formalitas" yang justru menghasilkan "kandidat yang pas di atas kertas, tapi jauh dari ekspektasi lapangan".

Keempat, audit feedback loop dan sistem pelacakan. HRD harus menyiapkan sistem evaluasi pasca-karyawan bergabung, misalnya survei 3 bulan atau exit interview singkat, lalu mencocokkan feedback dengan hasil proses rekrutmen. 

Apakah kandidat yang nilai awalnya tinggi ternyata tidak sesuai karena valuasi user yang terlalu subjektif? Atau sebaliknya, ada karyawan undervalue yang malah berkembang karena user mempekerjakan berdasarkan hasil percakapan mendalam?

Kelima, kultur komunikasi HRD-user. Apakah ada meeting rutin evaluasi hasil rekrutmen? Apakah user mendapat pelatihan tentang bias wawancara atau praktik terbaik rekrutmen? Apakah HRD diberi pemahaman teknis tugas sehingga bisa lebih akurat menjaring profil?

Bagaimana Cara Melakukan Audit Internal Rekrutmen?

  1. Penetapan Tim Audit Internal: dapat diisi HRD senior, perwakilan user dari beberapa divisi, dan jika perlu konsultan eksternal. Sistem peer-review antar tim dapat memperkaya evaluasi objektif.

  2. Kumpulkan Data Historis:

    • Rekap data 12 bulan terakhir: berapa orang direkrut? Dari sumber apa? Berapa yang berhenti dalam 6 bulan pertama?

    • Nilai hasil psikometri, skill test, wawancara, serta kinerja operasional di awal masa kerja.

  3. Analisis Metrik Utama:

    • Retensi 3 dan 6 bulan

    • Skor kinerja user (hasil evaluasi karyawan)

    • Waktu dan biaya rekrutmen

    • Jumlah perpanjangan kontrak atau pemutusan awal

    • Jumlah hirarki user yang harus intervensi karena performa baru

  4. Wawancara Internal dan Focus Group:

    • HRD dan user diwawancara terpisah tentang kebingungan, kendala, atau harapan terhadap sistem.

    • Wawancarai karyawan baru sebagai end-user. Apa harapan saat di-rekrut? Apa yang kurang? Ada gap antara ekspektasi dan realita?

  5. Analisis Hasil:

    • Temukan pola: misalnya, sebagian besar karyawan divisi X keluar dalam 3 bulan karena tidak kompeten di tools meski skor tes lumayan.

    • Atau user merasa HRD memberikan kandidat "si bingung", tapi HRD menyatakan user tidak memberikan deskripsi dengan jelas.

  6. Rancang Perbaikan Proses:

    • Jika requirement analysis kurang tajam, rancang workshop bersama untuk menyusun job description yang terukur: hasil akhir, indikator sukses, kompleksitas tugas.

    • Jika metode seleksi tidak sesuai divisi, sesuaikan tools: misalnya, user harus membantu menyiapkan tes praktikal atau mini-project.

    • Tambahkan sesi "kalibrasi intensif" antara HRD dan user tiap awal proses rekrutmen: clarifying expectations dan agreed assessment criteria.

  7. Implementasi dan Pemantauan:

    • Terapkan perbaikan di beberapa rekrutmen selanjutnya.

    • Catat metrik baru dan bandingkan dengan baseline.

    • Review berkala tiap 6 bulan, lalu laksanakan iterasi continuous improvement.

Apa Dampak Positif Audit?

Melalui audit internal rekrutmen, akan muncul banyak efek positif, misalnya:

  • Refleksi HRD dan user menjadi lebih objektif. HRD tidak asal memilih tools, dan user tidak semata mengandalkan "feeling".

  • Proses lebih terbuka: adanya partisipasi bersama menurunkan tekanan organisasi struktural supaya pencapaian pemenuhan kuota terlihat, bukan pemenuhan value-fit.

  • Rekrutmen lebih in-line dengan kebutuhan tim dan kultur perusahaan, sehingga retensi meningkat, beban onboarding berkurang, dan proses evaluasi karyawan awal menjadi lebih adil.

  • Meningkatkan budaya accountability: HRD jadi terlihat sebagai partner solusi, bukan "pembuat daftar kandidat semata"; user pun merasa bertanggung jawab menyaring kandidat sejak awal.

  • Membangun budaya continuous improvement: setiap 6--12 bulan proses dievaluasi ulang, terjadi iterasi, bukan stagnasi.

Siapa yang Harus Lebih 'Tahu' Kebutuhan Tim?

Sepintas user tampak lebih arif karena mereka menjalankan pekerjaan harian tim. Namun, HRD memiliki pemahaman lebih luas tentang umpan balik dari rekrutmen sebelumnya, pola pasar kerja, indikator soft skill, dan alignment budaya. 

Maka idealnya, HRD dan user harus berkolaborasi: user menjadi domain expert---menentukan peran dan ekspektasi teknikal---sementara HRD menjadi partner strategis---melakukan framing requirement, penilaian soft skill, dan monitoring metrik quality-of-hire.

Kolaborasi ini yang menjadi inti audit internal. Lewat audit, masing-masing pihak harus menyadari kelebihan dan keterbatasannya. 

Misalnya, HRD menyadari tidak cukup tahu kultur teknis tim sampai mengikuti shadowing user tertentu. User sadar bahwa pendekatan intuitif mereka punya bias, sehingga perlu dilengkapi dengan standar assessment.

Dari pengalaman industri, di perusahaan besar dengan HRD mumpuni, kolaborasi ini biasanya berjalan baik. 

Namun di banyak organisasi ---terutama UKM atau korporasi konvensional di Indonesia--- kultur tersebut masih jarang. HRD dianggap sebagai pelaksana administratif, sementara rekrutmen dianggap domain user, atau sebaliknya.

Untuk membangun komunikasi setara, dibutuhkan:

  • Forum Reprotireul rutin, misalnya HRD dan sejumlah user dari tiap divisi mengadakan pertemuan bulanan guna meninjau proses rekrutmen yang sedang berjalan dan membuat refleksi proses terakhirisekeranjang (retrospective).

  • Pelatihan cross-functional, agar user memahami proses HR---dari analisis kebutuhan hingga metrik retensi---dan HRD memahami pekerjaan teknis di lapangan.

  • Dashboard transparan, memperlihatkan metrik waktu rekrutmen, biaya, retensi, reasons for exit, survei kepuasan user, dll.

  • Bias workshop, misalnya pelatihan unconscious bias, decision calibration, atau situational judgement. Fasilitasi user agar memperoleh perspektif objektif tambahannya.

Penutup

Audit internal rekrutmen bukan sekadar jargon HR. Ia adalah instrumen refleksi dan peningkatan mutu seleksi. 

Dengan menempatkan HRD dan user sebagai kolaborator strategis, bukan lawan dalam dialog silent blame, perusahaan justru mampu memetik manfaat jangka panjang: proses rekrutmen lebih efisien dan efektif, retensi karyawan meningkat, kualitas talent lebih baik, serta rasa ownership muncul karena proses rekrut menjadi stakeholder-driven.

Kunci utamanya adalah konsistensi: proses audit dijalankan berkala, hasilnya ditindaklanjuti, dan budaya refleksi dibangun secara bottom-up. 

Semoga artikel ini memberi inspirasi dan strategi praktis bagi teman-teman HRD, user, manajer, supervisor, atau kolega di perusahaan untuk berani berefleksi, berkolaborasi, serta memajukan standar rekrutmen yang lebih manusiawi, objektif, dan berkualitas.

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun