Menimbang Ulang Arah Kebijakan Bantuan Sosial di Indonesia
Oleh: Julianda BM
Saya ingat betul, ketika saya bertemu sepasang suami istri di kota saya Kota Subulussala-Aceh, mata mereka berbinar saat membicarakan bansos dan PKH. Namun, dalam sekejap nada mereka berubah---lelah, hampir putus asa. "Terima apa adanya, Pak," kata sang ibu, "tapi keinginan kami sederhana: punya pekerjaan tetap, bukan hidup dari bantuan."
Mereka bukan kasus individu---kisah seperti ini bergema di sudut-sudut negeri, dan berulang kali menjadi bahan perbincangan kebijakan publik.Â
Bantuan pemerintah berupa BLT, sembako, subsidi listrik, bahkan diskon tol, memang terasa langsung di dompet keluarga. Dapur tak kosong, token listrik bisa dibeli, dan sesekali ongkos transport bisa memangkas beban harian.Â
Tapi apakah itu cukup? Asupan kuota internet ibu pengajar wisma remang itu dipenuhi tepat waktu? Modal gerobak pedagang ketoprak gang kecil itu sempat terkumpul?Â
Atau justru semua bantuan itu tetap terasa setengah manis---lega sesaat, tapi beban hidup tetap menunggu mereka di depannya.
Dalam laporan Bank Dunia 2020 pernah ditegaskan bahwa bantuan langsung tunai (BLT) memang mampu menopang rumah tangga dari tekanan pandemi. Namun jumlahnya belum cukup untuk menahan peningkatan kemiskinan dan belum menjangkau sektor informal, yang notabene menopang kehidupan jutaan orang Indonesia (Sumbernya).Â
Bayangkan: pekerja tambal ban, ojek, pedagang kaki lima, tukang pijat, dan lainnya hanya mendapatkan sedikit bantuan, jika ada. Sementara sektor formal---yang justru melekat fasilitas pemutusan hubungan kerja, asuransi, dan subsidi skema---jarang terangkat sebagai permasalahan utama.Â
Inilah ironi bantuan sosial; yang membutuhkan lebih malah tak terjamah, sementara yang sebenarnya lebih mapan justru menikmati secuil keuntungan seperti diskon tol atau subsidi listrik.
Di tengah kegelapan ekonomi, sektor informal harusnya jadi pusat perhatian. Mereka tidak memiliki penyangga sosial formal. Sekali dagangan sepi, sekali penghasilan lesu, maka tagihan menumpuk, utang berbunga mengikuti.Â