Efek Domino Keterlambatan Gaji ke-13 terhadap Ekonomi Lokal Menjelang Idul Adha
Oleh: Julianda BM
Menjelang hari-hari besar keagamaan, terutama Idul Adha, banyak keluarga mempersiapkan berbagai kebutuhan, mulai dari keperluan konsumsi hingga pengeluaran tambahan seperti pembelian hewan kurban. Di kalangan aparatur sipil negara (ASN), perayaan ini kerap disambut dengan napas yang sedikit lebih lega karena adanya gaji ke-13 yang menjadi penopang finansial musiman.Â
Namun, pada tahun ini, banyak ASN di sejumlah daerah harus menghadapi kenyataan pahit: gaji ke-13 belum juga cair, bahkan hingga H-1 Idul Adha.
Kondisi ini tentu mengejutkan dan mengecewakan. Bagi sebagian ASN, gaji ke-13 bukanlah sekadar insentif tahunan, tetapi menjadi tumpuan keuangan untuk menghadapi beban pengeluaran yang meningkat.Â
Tidak sedikit yang telah merencanakan pembelian hewan kurban, pembayaran daftar ulang sekolah anak, hingga pelunasan cicilan atau utang yang memang dijadwalkan lunas pada bulan ini. Ketika yang diharapkan tidak kunjung datang, maka segala rencana itu pun berantakan.
Akar dari persoalan ini bukan semata-mata persoalan teknis administratif atau keterlambatan yang dianggap wajar dalam sistem birokrasi. Lebih jauh dari itu, keterlambatan pencairan gaji ke-13 mencerminkan masalah koordinasi struktural antara pemerintah pusat dan daerah, sekaligus memperlihatkan bahwa kebijakan fiskal kita masih kerap terputus dari dinamika sosial-kultural masyarakat.
Pada titik ini, penting untuk menyoroti bagaimana kebijakan anggaran negara---yang mestinya menjadi alat untuk mendukung kesejahteraan---justru tidak mampu menjawab kebutuhan yang sangat kontekstual.Â
Idul Adha adalah salah satu momen penting dalam kehidupan masyarakat Muslim Indonesia. Ia tidak hanya menyangkut aspek ibadah, tetapi juga menyangkut sisi sosial-ekonomi yang luas. Dalam masyarakat kita, hari raya bukan hanya soal spiritualitas, melainkan juga perputaran ekonomi yang signifikan.
Gaji ke-13, dalam konteks ini, sebenarnya berfungsi sebagai instrumen yang lebih luas. Ia bukan hanya hak ASN, melainkan juga stimulus ekonomi lokal.Â
Ketika ribuan ASN menerima dana tambahan dalam waktu bersamaan, maka hal itu menciptakan lonjakan konsumsi di pasar lokal. Dari penjual kambing di pinggir jalan hingga pedagang perlengkapan sekolah, semua bergantung pada gelombang pengeluaran dari kelas menengah yang sebagian besar adalah ASN.