Jika ingin merencanakan dan menilai pemenuhan gizi seseorang maka perhitungan yang paling pas adalah dengan menghitung kebutuhan gizi, sedangkan untuk merencanakan dan menilai konsumsi pangan kelompok orang atau masyarakat di suatu wilayah maka bisa gunakan kecukupan gizi.
Oya, karena tidak mungkin menghitung kebutuhan gizi tiap individu, kecukupan gizi ada untuk membantu dalam menyusun makanan sehari-sehari seperti dalam institusi (rumah sakit, asrama) dan juga pada label pangan.
Seperti yang tertera dalam Permenkes Nomor 28 Tahun 2019 tentang Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan untuk masyarakat Indonesia, rata-rata kecukupan energi bagi masyarakat Indonesia adalah sebesar 2100 kilo kalori per/orang/hari dan rata-rata kecukupan protein sebesar 57 gram/orang/hari.
Silakan untuk lebih lengkapnya, akses AKG terbaru di sini
Bagaimana Memperkirakan Kebutuhan Gizi?
Sudah tahu beda kecukupan dan kebutuhan dong? Nah, setelah sekilas tahu mengenai kecukupan gizi (AKG), sekarang waktunya fokus kepada kebutuhan gizi. Seperti apa sih menghitungnya?
Dalam tulisan ini tidak akan saya jelaskan secara rinci, kilas saja. Karena kalau dibahas secara detail, bisa jadi sebuah buku.
Mengingat rumus dari menghitung kebutuhan ada banyak cara dengan rumus-rumus yang dapat memunculkan pertanyaan baru "kok bisa sih angka itu muncul?"
Lupakan rumus-rumus panjang, mari mencoba memperkirakan lewat cara yang paling mudah. Cara yang juga disosialisasikan oleh Kementerian Kesehatan melalui direktorat P2PTM (Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular).
Rumus ini juga menjadi rumus untuk perhitungan gizi pada penyandang diabetes. Dalam perhitungan ini setidaknya membutuhkan data tinggi badan (TB) dan berat badan ideal (BBI).
Jadi, pastikan data tersebut benar-benar sudah pernah diukur atau jika memperkirakannya jangan terlalu jauh karena akan sangat mempengaruhi kebutuhan gizi (untuk tulisan ini kita persempit menghitung energi atau kalori dulu, ya) .