Dikata-katain seperti itu, Santi pengen marah dan membalas kembali perkataan teman sekelasnya itu, tetapi ia ingat kata-kata ibunya, kalau ada teman yang mengejek jangan balas mengejek pula, berarti kita sama dengan dia. Kalau ada orang mencela jangan cela balik. Bersabar. Jangan biarkan hati kita rusak karena orang lain. Â Sebaliknya berbahagialah, ketika ada orang yang mengejek berarti ia sedang transfer pahala untuk kita. Beruntungnya kita, bertambah pahala.
Bukan berarti Santi tidak geram. Ia berusaha keras menahan diri, demi nasehat dari ibunya, ia menarik nafas dalam-dalam, kemudian dihembuskan perlahan, lalu Santi kembali sibuk menyuapkan sendok demi sendok kedalam mulutnya. Tiba-tiba ia berhenti mengunyah. Dengan mata berbinar. Ia menemukan ide untuk membalas ejekan teman tersebut. Ia berbisik kepada teman sebangkunya. Riska.
      "Cicip sosil kau!" Pinta Riska kepada Yeni.
"Tapi ngan takut keracunan, sebelum nyicip, kau makan dulu yo, buka mulut!" Perintah Riska.
Yani menurut saja membuka mulut lebar-lebar. Ia hendak membuktikan sosis bekalnya enak dan tidak mungkin bisa keracunan. Dengan percaya diri dia buka mulut lebar.
      "Hap!" Suapan Riska mendarat dengan cantik di mulut mungil Yani.
      "Apo ko? Tanya Yani ketika yang dimulutnya bukanlah sosis. Alih-alih marah dia mengunyah dengan pelan." Sementara teman yang lain saling pandang, lalu tertawa. Rupanya Riska menyuapkan potongan tempoyak ikan patin.
"Wuih! Enak ruponyo! Pedas, manis, seger!" ucap Yeni.
Dia pun mengaku belum pernah mencoba makan tempoyak ikan patin. Dengan malu-malu dia meminta maaf kepada Santi karena sudah mengejek bekalnya, dia berjanji tidak akan mengulangi lagi.
"Besok bawa lagi yo, San!" tanpa basa basi Yeni meminta. Ia ketagihan merasakan nikmatnya mencicipi salah satu makanan khas Muara Bungo tersebut.
"Boleh!" Santi tersenyum.