Mohon tunggu...
Linda Puspita
Linda Puspita Mohon Tunggu... Buruh - Pekerja Migran

Be yourself

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Misteri Surat Botol (Part 2)

27 Juli 2019   16:14 Diperbarui: 27 Juli 2019   16:41 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber foto: www.dreamstime.com

Di balik senyum santunnya, ada hati yang dirundung rasa bingung. Bermain di dalam otak, mencoba menerka apa yang tengah terjadi pada wanita paruh baya tersebut.
Berulangkali merangkai dugaan, tapi tetap saja gagal menemukan titik terang tentang apa yang tengah terjadi.

"Maaf Tante, ini sebenarnya ada apa?"

Tiba-tiba wajah yang sedari tadi merajut simpul berubah murung. Ada sebutir embun menggantung di kelopak mata, dan akhirnya terjatuh dalam waktu sekejap.

Hanya suara isak terdengar. Wanita itu terpenjara bisu sesaat. Membuat Pras semakin tak mengerti. Tangan kanannya kembali meraih pundak Sarah, mengusapnya perlahan, berharap dapat menenangkan kesedihan yang terpendam.

Sesekali tarikan napas panjang Sarah lakukan. Kemudian dia beranjak menuju sebuah pintu di ruang makan. Dari pintu penghubung ruang makan dan ruang tamu, Pras dapat melihat ada papan hiasan dengan sederet kata, "Bella is Busy, Please Don't Disturb", tergantung di pintu yang dimasuki Sarah.

Tidak lama dia kembali, membawa sebuah botol kaca dengan gulungan kertas di dalamnya.

"Nak Pras, coba baca kertas di dalam botol ini."

Pras meraih botol itu. Dia harap ada sebuah jawaban untuk semua kebingungannya. Perlahan dia buka tutup botol berwarna coklat muda dan mengeluarkan kertasnya.

Pras membulatkan mata. Sesekali dia melirik ke arah Sarah. Bisu.

"Apa-apaan, kalian!"

Tiba-tiba putri Sarah muncul di pintu utama. Secepat kilat dia menyambar kertas itu dari tangan Pras.

"Ma! Itu, kan, punya Bella. Kenapa Mama ambil, sih? Pake dikasih ke Pras lagi!"

Matanya menatap tajam dua manusia di hadapannya, kedua alis Bella hampir saja menyatu. Tanpa banyak bicara, dia lari ke kamar, lalu membanting pintu. Pras coba mengejar.

"Bell ...! Dengerin penjelasanku dulu!"

Gadis itu tak mengindahkan panggilan pras. Sahabatnya sejak kecil.

Pras terus menggedor pintu itu berkali-kali. Namun, jangan harap dibukakan pintu, menyahut pun tidak.

"Sudahlah, Nak, Bella memang begitu." Menahan tangan berotot itu.

"Tapi Tante, Bella udah kelewatan!" seru Pras penuh penekanan. Telunjuk kanannya menunjuk pintu kamar.

Sarah hanya diam, tangannya meremas-remas bagian bawah baju. Hanya air mata yang semakin mengalir deras.

Pras jadi merasa bersalah, tidak tega. Dia berusaha redam tumpahan amarahnya. Mendekap tubuh Sarah layaknya ibu kandung sendiri.

Sudah belasan tahun dia mengenal keluarga ini. Saat itu keluarga Pras adalah penduduk baru di Kampung Rejo. Karena rumah mereka bersebelahan, setiap sore Pras selalu melihat Bella bermain sendiri di halaman rumahnya. Timbullah sifat jahil laki-laki yang empat tahun lebih tua dari Bella.

"Ih, siapa, sih, yang lempar!"

Mendengarnya Pras kecil terkikik, lalu menyembunyikan tawa itu di balik telapak tangannya, hingga pipinya mengembang dan wajah memerah.

Kurang puas, dua buah rambutan yang terjatuh belum pada saatnya, dia lempar ke arah gadis kecil itu. Kali ini lemparannya tepat sekali. Salah satu rambutan menghantam gundukan pasir yang Bella buat menyerupai gunung hingga runtuh. Seketika Pras tertawa dan tak dapat ditahan lagi melihat wajah marah dan mata berkaca Bella saat itu.

"Mama ...!" Bella kecil teriak seraya menangis. Tangan mungilnya masih menggenggam skop dan ember kecil.

Rambut berponi dengan bando berhias kupu-kupu kecil. Baju terusan sampai lutut tanpa lengan berwarna biru. Yah, Pras ingat sekali penampilan Bella di pertemuan pertama itu.

Selang beberapa waktu seorang wanita keluar dari rumah bercat putih. Di tangannya sepiring pisang goreng memanggil untuk dimakan.

"Kenapa, Sayang, kok, nangis?" Tangan satunya menyeka air mata bercampur keringat di pipi putri kecilnya.

"Itu, Ma, ada yang nakal," sahut Bella, terisak.

Tangannya mengacung ke arah pohon rambutan. Seorang anak kecil sedang tertawa. Sarah tersenyum.

"Nak, sini! Tante punya punya pisang goreng, nih. Kita makan sama-sama, yuk!" teriak Sarah, tangannya melambai ke anak itu.

Pras kecil terdiam. Terus melihat ke arah ibu itu untuk memastikan. Namun, lambaian tangan dan senyum ramah terus menggoda. Dia lari mendekati Sarah.

"Mama, kok malah dipanggil, dia kan, nakal," rengek Bella, menarik-narik baju ibunya.

"Enggak apa-apa, Sayang. Bella cuci tangan dulu, gih, katanya mau pisang goreng.

Akhirnya mereka bertiga menghambur tawa menikmati pisang goreng kesukaan Bella. Melupakan lemparan yang sudah menghancurkan gunung pasir.

"Nah, kalau gini, kan, enak dilihatnya. Jangan kaya tadi, apa lagi sama tetangga sendiri. Lain kali jangan nakal lagi, ya," ujar Sarah di sela tawa mereka.

"Mulai hari ini kita bersahabat?" tanya Bella cepat.

Pras melirik ke atas. Telunjuk menepuk kepalanya pelan, seolah sedang berpikir keras.

"Hmm, ok!" Lantang dan langsung meraih uluran tangan Bella.

Sebuah jari kelingking diajukan ke hadapannya. Pras memicingkan mata.

"Kamu harus janji, enggak akan ganggu Bella lagi," ujar gadis itu menjelaskan, dan Pras menyambutnya.

Mereka tertawa bersama, lompat-lompat dengan kelingking masih menyatu. Sarah menuai senyum melihat mereka.

******

Sejak saat itu mereka selalu bersama hingga akhirnya berpisah saat Bella berusia 19 tahun, karena ayah Pras dipindahtugaskan keluar kota.

"Nak Pras," panggil Sarah, "kok malah ngelamun?"

"Eh, enggak, Tan. Saya cuma heran dengan sikap Bella. Sebenarnya apa yang terjadi?"

"Kamu tahu, kan, tentang apa yang menimpa kekasih Bella?"

Pras mencoba memutar memorinya, mengingat tentang sosok yang dimaksud.

"Roni ...," sebut Pras ragu.

To be continued ....

Hong Kong, 2017

Revisi: Hong Kong, 27 Juli 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun