Mohon tunggu...
Tessalonika
Tessalonika Mohon Tunggu... Writer

Aku tuh introvert, jadi kadang susah banget buat nyuarain pendapat. Ujung-ujungnya ketelen sendiri, numpuk di kepala. Tapi akhirnya aku nemuin cara paling nyaman buat ekspresiin diri - nulis. Serius, nulis itu udah jadi bagian dari hidup aku. Selain itu, aku juga suka banget baca buku. Kalau lagi capek atau butuh healing, pasti langsung nyari novel, buku motivasi, atau Christian’s book buat nenangin diri. Terus, satu lagi yang nggak bisa lepas dari aku - fashion! Buat aku, fashion itu bukan cuma tentang style, tapi juga cara buat nunjukin siapa diri aku. So yeah, this is me. 📚👗✨

Selanjutnya

Tutup

Politik

Target Ekonomi 8% di 2029: Mimpi Besar atau Omong Kosong?

6 Maret 2025   12:02 Diperbarui: 6 Maret 2025   12:02 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mau Ngebut, Tapi Bisa Nggak?

Ekonomi Indonesia mau dipacu sampai 8% di 2029? Gila, sih! Sejak 2015 aja, nembus 6% susahnya minta ampun. Tapi Prabowo pede bisa ngegas lebih kencang. Ini beneran realistis atau cuma angka buat bikin kita optimis?

Realistis atau Cuma Skenario di Atas Kertas? Yuk, Lihat Datanya!

Pemerintah udah nyusun skenario pertumbuhan ekonomi yang kelihatannya mulus: naik bertahap dari 5,3% di 2025, terus merangkak ke 6,3% di 2026, makin ngebut ke 7,5% di 2027, sampai akhirnya tembus 8% di 2029. Kalau semua berjalan sesuai rencana, Indonesia bisa naik kelas dengan GNI per kapita tembus US$8.000.

Tapi, ini masih sebatas skenario, alias rencana optimistis yang belum tentu kejadian di dunia nyata. Kenyataannya? Sejak 2015 aja, ekonomi Indonesia kesulitan nembus 6%. Menurut teori Paul Krugman (1994), pertumbuhan tinggi nggak bisa cuma mengandalkan nambah tenaga kerja atau investasi tradisional. Harus ada lompatan produktivitas besar! Kalau kita masih pakai pola lama, konsumsi domestik dan investasi yang itu-itu aja---ya, siap-siap aja angka 8% ini cuma jadi mimpi di atas kertas.

Bisa Tembus 8%? Lihat Dulu Contoh Negara Lain!

Beberapa negara pernah sukses ngebut dengan angka pertumbuhan yang tinggi. Contohnya, Vietnam! Mereka sukses menarik investasi asing gede-gedean lewat reformasi industrinya. Kebijakan insentif pajak, pembangunan kawasan industri, dan aturan main yang jelas bikin banyak perusahaan global boyongan ke sana. Hasilnya? Ekonomi Vietnam tumbuh 7,09% pada 2024, didukung ekspor kuat dan investasi asing yang tinggi (Reuters, "Vietnam's economy grows 7.09% in 2024 amid strong exports and FDI inflows," 2025).

Tapi Vietnam bisa begitu karena mereka agresif narik investasi, reformasi besar-besaran, dan regulasi yang jelas. Mereka punya insentif pajak dan kawasan industri yang bikin investor betah (Vietnam Briefing,Vietnam's Economic Zones: A Practical Guide for Investors," 2024). Indonesia? Masih jungkir balik ngurus izin investasi dan tarik ulur regulasi. Bisa nggak kita ngikutin jejak mereka? Bisa aja, asal nggak cuma diomongin doang!

Strategi Pemerintah: Mimpi Butuh Eksekusi, Bukan Cuma Wacana

Pemerintah udah nyiapin strategi gede, mulai dari industrialisasi, ekonomi hijau, sampai digitalisasi. Sektor produktif kayak pertanian, perikanan, manufaktur, dan ekonomi digital diharapkan jadi mesin pertumbuhan baru.

Tapi inget kata Joseph Stiglitz (2012), pertumbuhan yang bagus itu harus inklusif, alias semua orang merasakan manfaatnya. Kalau cuma fokus ngejar angka tapi ketimpangan makin melebar? Bisa jadi bumerang!

Dampak ke Rakyat: Berkah atau Malapetaka?

Oke, anggap aja target pertumbuhan ekonomi 8% ini kejadian. Kabar baik, kan? Tapi jangan keburu senang dulu---karena kalau nggak dikelola dengan baik, yang ada bukan berkah, tapi malah jadi beban. Nah, gimana dampaknya buat kita-kita?

Upah Naik, Tapi Inflasi Ikut Sprint?

Gaji naik itu enak. Tapi kalau harga barang larinya lebih kencang, ya tetap aja dompet berasa diet ketat. Menurut Phillips Curve (1958), ekonomi naik, upah naik, pengangguran turun---tapi inflasi ikut naik. Logikanya simpel: makin banyak duit di tangan orang, makin banyak belanja, harga pun naik. Belum lagi efek Cost-Push Inflation dari Keynesian Economics (1936) kalau upah naik, perusahaan juga bakal naikin harga barang. Jadi, upah naik tapi daya beli nggak nambah?

Lapangan Kerja Baru? Siap-Siap Kalah Saing!

Sektor digital dan manufaktur katanya jadi ladang kerja masa depan. Tapi pertanyaannya, siap nggak? Kalau skill cuma mentok di "bisa Microsoft Word", ya maaf, AI aja udah lebih jago. Menurut Human Capital Theory (1961) oleh Theodore Schultz , yang investasi di pendidikan & skill bakal lebih cuan. Sementara teori Creative Destruction (1942) oleh Joseph Schumpeter  bilang teknologi bakal ngilangin pekerjaan lama dan bikin yang baru. Artinya? Kalau nggak upgrade skill, bisa-bisa kalah saing sama tenaga kerja asing. Ujung-ujungnya? Ngeluh tapi nggak ngapa-ngapain. 

UMKM: Ikut Untung atau Tenggelam?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun