Aku ingin memeluk candi Borobudur
Sebelum aku bersama dengan tanah
Itu terakhir kalinya Emak datang ke Jakarta
Alunan musik nan syahdu Sound of Borobudur menggetarkan jiwa beribu-ribu kilo di pulau Sumatra
Emak di usia senjanya meminta
Hanya sederhana
Berharap bisa menginjakkan kakinya di candi Borobudur nan agung. Gagah memesona di antara tujuh keajaiban dunia.
Aku hanya melengo, tak bisa berbuat
Maksud hati ingin membawa Emak ke sana tetapi aku terikat dengan pekerjaan. Padahal saat itu ongkos ke  candi Borobudur masih murah. Aku hanya beralasan. Hari esok masih ada. Ketika hari libur nanti Emak bisa ke sana bersama keluarga lainnya.
Nyatanya Emak tidak mau menunggu libur. Dia tidak bisa hidup di kota. Katanya kota gerah dan tidak bisa membuat dia tidur. Roh desa memanggilnya agar segera pulang. Keinginannya untuk memenuhi panggilan musik yang mengalun merdu dari candi Borobudur tak tersampaikan. Keajaiban dunia yang terdiri dari bebatuan berbentuk patung yang bernilai sejarah.
Sesal tiada guna. Hanya seandainya, kenapa saat itu aku tidak izin satu atau dua hari untuk membawa Emak ke sana.
Borobudur masih menanti, musik nan syahdu silih berganti. Berkumandang lirih memanggil jiwa. Tak terasa bening- bening mengucur perlahan-lahan. Terkenang Emak yang ingin menyentuh candi Borobudur.
Aku hanya bisa menyampaikan kerinduan Emak lewat tangan yang menyentuh candi Borobudur.
Getaran musik memanggilku untuk tetap kembali. Candi Borobudur setia menanti.
Erina Purba
Bekasi, 12052021