Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Cinta Bagai Toefl

21 Juni 2020   06:00 Diperbarui: 21 Juni 2020   06:13 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cinta Bagai Toefl


Hampir tengah malam ketika aku membalik halaman dua laporanku. Betapa menjemukannya laporan ini. Andai saja Andreas tidak memaksa para guru mengirimkan laporan dalam tenggat waktu super singkat, sudah pasti aku lebih memilih bergelung di balik selimut hangatku.

Hoammm, aku mengantuk sekali. Sudahlah, aku menyerah. Kulempar bundelan laporan bersampul biru itu ke atas meja kaca. Kuregangkan lenganku. Perlahan aku bangkit. Selangkah demi selangkah kuhampiri jendela. Hidungku menempel di kaca yang tertutup kabut.

Kabut? Di Bulan Juni begini? Oh, jangan heran. Hawa dingin, kabut, dan langit yang kadang terang-kadang gelap telah menjadi makanan kami sehari-hari di kaki gunung ini. Penduduk kaki gunung ini lebih banyak berteman suram. Bahkan, ada rumor yang menyebut bahwa kaki gunung telah dikutuk menjadi gunung kesedihan.

Hoax. Masih ada ya, yang mempercayai takhayul begitu? Memang cuacanya saja yang muram. Kabut dingin yang menutup separuh langit hampir di setiap malam bukan karena gunung ini dikutuk.

Aduh, mikir apa sih aku ini? Kukucek-kucek mataku. Pasti otakku melantur begini karena aku kelewat lelah. Andreas sialan. Lagian, salah dia juga yang memaksakan deadline ketat untuk para guru. Dikiranya kami manusia super yang tak butuh tidur, makan, dan relaksasi?

Kupuaskan hatiku untuk mengumpat Andreas. Setelah sepersekian menit berdiri di bawah birai jendela, aku balik kanan. Kembali kuempaskan tubuhku di kursi putar bersandaran tinggi. Pandanganku menyapu ruang kerja yang dipenuhi buku, seperangkat komputer, printer, dan scanner. Terima kasih pada Ayahku yang telah melengkapi ruang kerja ini sehingga putrinya tak perlu repot-repot keluar rumah menembus kabut hanya untuk mencetak laporan.

Kupaksakan mataku kembali menjelajahi deretan huruf dan angka. Ini sudah mencapai akhir halaman dua. Eits, masih ada beberapa halaman lagi. Kubalikkan kertas dengan malas.

Biji-biji waktu berjatuhan. Tengah malam berlalu tanpa terasa. Memeriksa laporan prestasi belajar para peserta kursus mengharuskanku tetap duduk di sini. Mataku memberat. Pandanganku serasa terganjal bola besar berwarna hitam. Ya, Tuhan, aku mengantuk sekali.

Tik! Tok! Tik! Tok!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun