"Terus berpikiran negatif sama saja berdoa jelek untuk Ayah. Sudah ya, Nak. Kamu harus fokus dengan LKO."
Kugigit bibirku. Perlahan aku bangkit, menyandang ransel, dan menggandeng tangan Ayah. Kami berjalan menuruni tangga. Masih ada waktu dua jam lagi sebelum LKO. Jarak rumah dengan sekolah bisa ditempuh lima belas menit kalau bermobil.
Kuhentikan langkah di depan grand piano. Ayah menatapku bingung. Sebelum pergi, aku ingin bernyanyi untuk Ayah. Ketika kusodorkan selembar partitur, Ayah paham. Ia rampas partitur di tanganku, membacanya cepat-cepat, lalu mulai menekan tuts piano.
Kutahu kamu bosan
Kutahu kamu jenuh
Kutahu kamu tak tahan lagi
Ini semua salahku
Ini semua sebabku
Kutahu kamu tak tahan lagi
Jangan sedih, jangan sedih
Aku pasti setia