Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[3 Pria, 3 Cinta, 3 Luka] Piano Putih, Mata Biru, dan Lapisan Es

20 Februari 2019   06:00 Diperbarui: 20 Februari 2019   06:19 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"My Dear Calvin, makanannya enak sekali. Kamu tahu tempat-tempat makan recomended ya," puji Tuan Effendi puas.

"Iya, Pa. Apa pun akan kulakukan untuk menyenangkan Papa." Calvin tersenyum menawan.

Mereka duduk berhadapan, dibatasi meja kayu jati. Meja makan ini menjadi saksi diplomasi malaikat tampan bermata sipit.

"Pa, boleh aku minta sesuatu?"

"Katakan saja."

"Maukah Papa tinggal di Indonesia selamanya? Maukah Papa menemaniku, Abi Assegaf, dan anak-anak nelayan?"

Sudah diduganya. Tuan Effendi tidak kaget mendengar permintaan sang buah hati. Lembut, lembut tatapan mata Calvin. Bicaranya pun pelan, penuh hormat. Tak ada pemaksaan, tak ada kemanjaan, tak ada judgement. Kerak-kerak es mulai luluh di dinding hatinya.

Diperlakukan dengan lembut, makin sulit untuk menolak. Kelembutan dapat membuat perubahan. Walaupun prosesnya lebih panjang. Selama ini, Calvin begitu lembut. Bahkan saat dia menolak permintaan Tuan Effendi untuk pindah ke Australia.

Makin banyak kerak es berjatuhan. Tuan Effendi serasa mendengar bunyi keretak kerak-kerak es dari dasar hatinya sendiri. Ya, Tuhan, inikah petunjuk dariMu? Petunjuk agar dirinya kembali ke Indonesia. Lupakan Australia, suara kecil alter ego berbisik. Pelan, menggetarkan.

"Anything for you, My Dear." jawab Tuan Effendi.

Mata Calvin berbinar bahagia. Binar mata seorang anak yang tak ingin jauh dari ayahnya. Dipeluknya Tuan Effendi erat-erat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun