Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Ilmu Kehidupan Seorang Ayah

11 Juni 2018   05:00 Diperbarui: 11 Juni 2018   07:19 1212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kontras, satu kata yang melayang di kepala Safira begitu menginjakkan kaki di pasar tradisional ini. Calvin membawanya meninggalkan kemewahan pusat perbelanjaan modern, berganti suasana ke pasar tradisional yang serba sederhana.

Orang-orang berdesakan di sepanjang lorong sempit pasar. Mereka berhenti di depan pedagang, lalu menawar. Berusaha agar si penjual mau banting harga. Baju-baju murahan berwarna cerah digantungkan, terpajang agar semua orang bisa melihatnya. Beberapa ibu datang bersama anaknya, sementara si anak berulang kali meminta ini-itu pada ibunya. Wajah sang ibu begitu kusut. Ia nampak terbebani dengan permintaan anaknya. Pria-pria berpakaian lusuh penuh keringat memanggul banyak barang dan mengangkutnya ke atas pick up. Seorang perempuan tua susah payah menenangkan anak kecil yang sejak tadi berteriak minta dibelikan permen, sepatu, dan pakaian. Pedagang sayuran menolong pembeli yang kerepotan membawa belanjaannya dengan memberikan kantong belanjaan yang lebih besar. Dua orang laki-laki dengan kaus bertuliskan "2019 Ganti Presiden" berdiri di sudut pasar. Mereka sibuk mengisap rokok sambil memaki-maki pemerintah. Berani sekali mereka merokok di tempat umum di siang hari bulan Ramadan.

Dari tempat mereka berdiri, Calvin dan Safira melihat pemandangan yang sangat kontras. Beda sekali dengan suasana tenang dan nyaman di supermarket tadi. Kesemrawutan dan kekacauan menyatu di pasar tradisional. Tidak ada spesifikasi tempat dan barang yang dijual. Bahan makanan, pakaian, dan barang-barang lainnya dijual di area yang sama, tanpa adanya pemisahan tempat yang spesifik. Pelan-pelan Calvin menuntun Safira melewati deretan pedagang. Ia berhati-hati sekali melindungi putri cantiknya. Jangan sampai ada tangan jahil menyentuh Safira Hartman.

Seprotektif apa pun Calvin, ada juga tangan tak pantas yang menyentuh. Mulanya didorong rasa gemas. Seorang pedagang balon mencubit pipi Safira. Refleks anak cantik itu berteriak kesakitan.

"Apa yang Anda lakukan pada anak saya?" tegur Calvin tajam.

"Oooh...jadi ini anak lu? Cakep juga ye, anak ama bapak cakepnya maksimal." Balas si pedagang balon tanpa merasa bersalah.

Mau tak mau hati Calvin tercabik, antara bersalah dan cemas. Bersalah karena telah mengajak Safira ke tempat itu, cemas karena takut anaknya diapa-apakan lagi. Pasar tradisional ternyata tak ramah untuk anak kecil dan orang kaya.

"Lagian lu ngapain sih ke sini? Orang kaya pakai datang ke pasar tradisional. Atau jangan-jangan lu Caleg ya? Mau kampanye di sini? Percuma, kagak mempan kampanye sama kite-kite! Kite-kite udah kagak percaya sama pemerintah!"

Calvin kaget mendengar ocehan penjual balon. Separah itukah kemiskinan hingga mengikis kepercayaan pada pemerintah?

Buru-buru Calvin menggendong Safira. Makin melindunginya, menjauhkannya dari tangan-tangan usil. Safira sudah semakin besar. Tubuhnya tak seringan dulu. Tapi Calvin masih sanggup menggendongnya. Padahal Calvin sendiri belum tentu cukup sehat untuk melakukan itu. Sudah lama Calvin tak menggendong Safira. Terpenjara larangan dokter yang terlalu khawatir.

"Ayah?" bisik Safira, senang sekali berada dalam dekapan ayahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun