Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Isyarat Penebar Kabut Kesedihan

14 April 2018   05:40 Diperbarui: 14 April 2018   07:33 1372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Gaya Hidup - Republika

Sesaat mereka berpandangan. Terpagut rasa terima kasih bercampur empati dan kasih sayang. Calvin Wan dan Syifa Ann terlarut dalam rasa, tanpa sadar menzhalimi Adica Wirawan.

**     

Salah paham hadir tanpa bisa dicegah. Cinta retak karena salah paham. Retaknya cinta memperparah kondisi raga.

Terlambat bagi Calvin dan Syifa untuk tahu. Orang yang mereka cintai sakit, sakit teramat parah. Luka batinnya sempurna membuat sakitnya kian parah. Kian dalam menggerogoti tanpa belas kasihan.

Heart failure, puncak dari segalanya. Cardiac Resynchronization Therapy tak banyak membantu. Terpuruk dalam rasa bersalah, itulah yang kini dirasakan Calvin dan Syifa.

Seluruh waktu hanya untuknya. Untuk memastikannya tetap baik-baik saja. Berulang kali Calvin minta maaf pada sepupu sekaligus adik angkatnya. Mencoba meluruskan kesalahpahaman, namun nihil.

Malam berkabut itu menjadi malam terakhir Syifa, Calvin, dan Adica. Pedihnya salah paham tak mampu diluruskan lagi. Kabut kesedihan menutup malam dengan pekat. Kelam, menyakitkan, tanpa adanya celah untuk masuknya sebersit pun kebahagiaan.

"Jika aku meninggal," Perlahan pria pertama dan terakhir yang dicintai Syifa itu berbisik, memegang lembut tangan istri cantiknya.

"Menikahlah dengan Calvin."

Di luar sana, kabut menebal. Seiring menguatnya kesedihan di hati Syifa. Di depan ranjang putih itu, Syifa terisak. Membasahi tangan pria pendamping hidupnya dengan lelehan air mata.

Ternyata, itu bukan sekadar ucapan terakhir sebelum Izrail jatuh cinta dan mencabut nyawa dengan lembut. Permintaan aneh itu tertera pula di surat wasiat. Selembar surat yang baru dibuka pada peringatan hari ketujuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun