Mohon tunggu...
lady  anggrek
lady anggrek Mohon Tunggu... Wiraswasta - write female health travel

Suka menulis, Jakarta, Blog: amaliacinnamon.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kura-kura yang Tidak Lagi Bernyanyi

16 Januari 2019   12:54 Diperbarui: 16 Januari 2019   12:59 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: http://entertainment.analisadaily.com

Kedua bola matanya mengecil. Dahinya mengkerut. Berupaya melihat dengan jelas meski sinar cahaya tak boleh terlihat. Nanti kura-kura tersebut akan pergi dan tidak jadi menetaskan telur di pantai. Gadis itu memperhatikan seksama. Kura-kura tersebut mengeluarkan telurnya dalam jumlah banyak lalu dia menggoyang kedua siripnya sambil menutupi telurnya dengan pasir. "Meski disembunyikan terkadang ada yang mengerti dimana posisinya. Lalu dijual telur-telur tersebut. Bahkan tukik, anak kura-kura yang berhasil menuju laut juga belum tentu selamat." Kata Kak Adam.

Tampak jelas bulan sabit bercahaya terangi laut pada malam hari. Menambah syahdu melihat siklus kehidupan salah satu makhluk hidup ciptaan dari-Nya  "Indah bukan?" Bisik Adam pelan. "Harmoni keseimbangan alam bagaimana kura-kura sebagai penyangga hidup manusia secara langsung. Bila tidak ada mereka maka ikan tak dapat dikonsumsi oleh kita." Anggraeni menatap Adam secara lekat. Ketahui dengan baik bagaimana kehidupan kura-kura selama ini. Namun harus kamu ketahui, Anggraeni. Adalah saat mereka berjalan kembali ke laut terdengar suara kura-kura sedang bernyanyi."  Senyum terukir dari bibir Adam. "Semoga suara merdu mereka bisa terdengar oleh Ibu." Ucapn pelan.

Ayah memperhatikan Anggraeni dari samping. Dia bersalah selama ini karena penyesalan lama terpendam kepada Anak gadisnya. Bahkan Ayah juga tidak menyangka saat bertemu dengan Adam merawat dan melestarikan kura-kura terancam punah. "Ibumu sudah beristirahat dengan tenang, Anggraeni. Kau seperti dirinya bahkan ketika engkau tersenyum." Wajah gadis itu kaget mendengar kata Ayah. Dia memperhatikannya seksama meski agak sulit. Bahkan dalam kegelapan raut wajahnya tenang namun kesedihan terpancar dari kedua bola matanya.

"Ayah minta maaf, Nak. Karena engkau harus merasakan bagaimana aku kehilangan Ibumu. Tubuhnya yang telah tidak bernyawa tak pernah kita lihat selamanya lagi." Suaranya bergetar. Menahan duka mendalam terlalu lama. Tanganku menggenggam tangan hitam legam ini. Tangannya terbiasa memegang jaring untuk menangkap ikan. Bahkan dia rela menahan panas matahari terik dan dinginnya angin malam berhembus. Aku memperhatikan Ayah seksama. Tampak rambut mulai memutih kini termakan usia. Ternyata beban yang dipikul selama ini tak pernah aku sadari.

"Seharusnya Ayah bisa berbuat lebih keras untuk selamatkan Ibumu. Meski itu mustahil." Matanya basah dan hatiku semakin bergetar mendengarnya. "Ayah semua sudah berakhir. Anggraeni juga minta maaf." Aku mencium tangannya sebagai bentuk kasih sayang. Dan telah aku rasakan tangan Ayah membelai kerudung selimuti kepalaku. Ibu, Apakah engkau bisa melihat kami berdua kini? Dan semoga engkau beristirahat dengan tenang. Dimanapun Ibu  berada. "Kau ingin menolong Ayahmu, bukan?" Tanya Kak Adam. "Iya." Matahari tampak terik kini. Sudah tak terlihat lagi pepohonan pinus yang rindang berderet sepanjang bibir pantai. Pantai Lampuuk memang tempat untuk berlibur dari kepenatan. Tampak terlihat beberap wisatawan sedang melakukan snorkeling.

Sumber: https://pesonaalamaceh2000.wordpress.com
Sumber: https://pesonaalamaceh2000.wordpress.com
                                                                                                   

Setelah pulang sekolah bersama Bimo mereka naik perahu ke tengah laut. Bimo mengangkat wadah box besar berisi tukik, anak kura-kura yang telah menetas. Mereka yang telah cukup mampu bertahan di alam. Meski tak sedikit tantangan yang akan dihadapi nanti selama perjalanan. "Selama dua minggu ini laut tidak nyaman untuk mencari ikan untuk Ayah. Mungkin saja ada usaha lain untuk bekerja bagi Ayah." Kak Adam memperhatikan Anggraeni sebentar.

Kemudian ia berkata, "Baiklah, Ayahmu bisa membantu. Kalau bisa tolong bawa pengunjung. Anggraeni sudah tahu bagaimana kegiatannya, bukan?" Gadis itu tersenyum ceria. Hatinya lega. Rencana untuk Ayah berhasil. "Kalau Bimo bagaimana?" Tanyanya setelah mendengar pembicaraan mereka tadi. "Tidak ada untuk kamu!" Teriak Kak Adam keras. "Hei, Jangan tidak adil begitu? Kita ini bukankah sepupu? Dan bukankah seharusnya saling membantu?" Kedua bola mata Kak Adam menatap tajam. "Kau pasti gunakan uangnya untuk main game online." Teriaknya kencang.

Anggraeni tersenyum kepalanya geleng-geleng mendengar pertengkaran mereka berdua. Tangannya mengambil botol dari dalam tas ransel berwarna merah. Ada selembar kertas di dalamnya. Gadis ini mengerti mungkin saja apa yang dilakukan mustahil. Namun harapan semakin kuat berdesir di dalam. Setidaknya semoga harapan ini dan laut yang membawa Ibu pergi mengerti apa yang kuberikan. Tepat di hari ini hari ulang tahunnya. Telah 12 tahun lamanya engkau pergi sejak hari itu.

 
 

                                                                                                                                    Untuk Ibu Menyayangiku

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun