Â
"Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman: 'Pukullah batu itu dengan tongkatmu.' Maka memancarlah dari batu itu dua belas mata air. Sesungguhnya tiap-tiap suku telah mengetahui tempat minumnya (masing-masing). Makan dan minumlah rezeki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu melakukan kejahatan di muka bumi dengan berbuat kerusakan." (Q.S. 2-Al Baqarah : 60)
Air Suci, Air Kehidupan
Gemericik air dari mata air kecil yang terus mengalir tanpa henti memenuhi kolam penampungan di sebuah bangunan kecil. Sumber airnya yang berasal dari akufer bawah tanah, mengalir melalui celah-celah batuan kapur. Perlahan mengalir  diantara akar-akar pohon akasia yang tumbuh jarang di tanah pasir. Di ujung Selatan Yordania, sekitar dua kilo meter dari kota kuno Petra yang megah.
Penduduk setempat menamainya Ain Musa-Mata air Nabi Musa alaihissalam. Kisah sejarah yang terukir dalam Al Quran, Injil dan Taurat, melegenda menyelimuti tempat ini. Kisah Nabi yang bergelar "Kalimullah" karena berbicara langsung dengan Allah Swt di bukit Tursina. Mengkisahkan perjalanan Nabi Musa as. dalam perjalanan panjang bersama bani Israel, setelah pelariannya dari Mesir.
Ketika kehausan yang amat sangat dirasakan oleh mereka di padang pasir yang gersang, Nabi Musa as, memohon kepada Allah, dan diperintahkan Nya memukul batu dengan tongkatnya, (seperti termaktub dalam Q.S.2-Al Baqarah : 60). Dari sana terpancarlah dua belas mata air. Maka ke duabelas suku bani Israel minum dari setiap mata air yang ada.
Saat ini sulit membayangkan dimana keduabelas pancaran mata air itu kini berada, bila kita di Ain Musa. Yang tersisa hanyalah satu mata air yang tertutup bangunan batu sederhana. Tempat yang sering kali didatangi para peziarah yang datang dengan takzim.
Beberapa peziarah membasuh wajah mereka, sementara yang lain mengambil setangkup air dengan tangan kanan, lalu meminumnya. Ada juga yang mengambilnya dalam botol plastik untuk diminum nanti. Kesegaran dan rasa manis sumber air pegunungan dirasakan oleh para peziarah. Mereka menganggapnya air suci.
Jejak Sejarah Sang Nabi Allah
Dalam konteks sejarah Islam, setelah Nabi Musa as. membelah laut merah dengan  tongkatnya,  dengan izin Allah Swt, laut pun terbelah dan memberi jalan pada Musa As dan bani Israel untuk untuk melaluinya. Namum setelah Nabi Musa as dan pengikutnya tiba di seberang laut lainnya, sementara Firaun dan tentaranya masih berada di daerah lautan. Allah lalu memerintahkan Musa untuk memukul air laut kembali, dan seketika lautpun kembali seperti semua yang menenggelamkan Firaun dan semua prajuritnya. Semua dikisahkan dalam Al Quran di surah Al-Baqarah (Q.S.2:50) "Dan (ingatlah) ketika Kami membelah laut untukmu sehingga kamu dapat Kami selamatkan dan Kami tenggelamkan (Fir'aun dan) pengikut-pengikut Fir'aun,, sedang kamu menyaksikan."
Kisah yang sama disampaikan Al Quran di Surah Al-Araf (Q.S.7 : 136), Surah Yunus (Q.S.10 : 90-92), Surah Asy-Syu'ara (Q.S. 26 : 63-66), serta Surah Taha (Q.S.20 : 77-78). Kisah ini menjadi bukti kekuasaan Allah dan pelajaran tentang keimanan, kesabaran, serta akibat dari kezaliman.
Selepas dari pengejaran Fir'aun dan bala tentaranya yang ditenggelamkan Allah Swt di laut merah, mereka terus bergerak ke padang pasir Sinai. Perjalanan panjang melelahkan, kehausan, kelaparan dan penuh cobaan menuju tanah Kanaan.
Ketika tiba di suatu daerah yang kini dikenal sebagai Wadi Musa (Yordania), dekat Petra, yang merupakan jalur utama perjalanan menuju Kanaan dan termasuk bagian dari padang gurun Sinai dan Edom, para pengikutnya mulai merasa kehausan. Ketakutan akan kematian karena tidak ada sumber air yang bisa ditemukan, membawa mereka memohon kepada Musa as.untuk meminta Allah Swt.
Lalu Musa as. berdoa kepada Allah untuk memberikan air. Allah memerintahkan Musa as. untuk memukul batu dengan tongkatnya, maka munculah air yang mengalir dari batu tersebut yang menjadi sumber penyelamat kaumnya.
Peristiwa menakjubkan ini diabadikan  dalam Al-Qur'an, Surah Al-Baqarah: (Q.S.2 :60)
"Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman: 'Pukullah batu itu dengan tongkatmu.' Maka memancarlah dari batu itu dua belas mata air. Sesungguhnya tiap-tiap suku telah mengetahui tempat minumnya. Makan dan minumlah rezeki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan."
Nabi Musa as. membawa Bani Israel melewati wilayah ini untuk menghindari pertempuran langsung dengan bangsa-bangsa besar seperti Filistin dan Moab. Mereka mencari jalur yang lebih aman, meskipun harus melewati gurun yang tandus dan sulit.
Uyun Musa (di Mesir) dan Ain Musa (di Yordania)
Ada yang menarik terkait sumber air dalam perjalanan panjang Nabi Musa as. membawa bani Israel menuju Kanaan, yaitu keberadaan Uyun Musa dan Ain Musa. Keduanya memang terkait dengan perjalanan Nabi Musa, namun terjadi di tempat dan konteks yang berbeda.
Saat perjalanan awal setelah keluar dari kota Fir'aun, sebelum mencapai Gunung Sinai, Nabi Musa as. dan bani Israel nyaris terkejar Fir'aun. Lalu Allah menolong mereka dengan meneggelamkan Fir'aun dan bala tentaranya di laut merah.
Setelah menyebarangi laut merah, mereka tiba di daerah yang kini dikenal sebagai Uyun Musa.  dimana mereka menemukan tujuh sumur air yang memberi kesegaran setelah perjalanan panjang di gurun. Mereka singgah beberapa lama sebelum mekanjutkan perjalanan  ke gunung Sinai, tempat dimana Nabi Musa as. menerima wahyu pertama kali. Uyun Musa terletak di kota Suez, Mesir. Dan hingga kini sumur atau Uyun Musa tersebut masih dapat kita saksikan keberadaannya, jadi Uyun musa bukan merupakan mijizat Nabi Musa as. Ia merupakan sumur sumber air yang telah ada sebelum kedatangan nabi Musa as bersama pengikutnya, bani Israel.
Sementara Ain Musa, atau mata air Nabi Musa as terjadi karena mujizat Nabi Musa as dengan izin Allah, saat perjalanan panjang menuju Kanaan. Pengikutnya merasa kehausan di padang pasir dan nabi Musa memukul batu dengan tongkatnya, hingga air mengalir keluar (Q.S. 2-Al Baqarah ; 60). Â Ain Musa masih mengalir hingga kini dan terletak dekat Petra, Yordania.
Dulu Duabelas Mata Air Kini Hanya Ada Satu
Dalam Al-Quran Surah Al-Baqarah, ayat 60, disebutkan bahwa ketika Nabi Musa memukul batu dengan tongkatnya, maka keluarlah 12 mata air, yang masing-masing dari 12 suku bani Israel mengetahui tempat sumber air minumnya, Namun, saat ini di Ain Musa, Yordania, kita hanya melihat satu sumber air, bukan dua belas. Mengapa demikian?
Pertanyaan menarik. Hal ini karena berhubungan dengan perubahan alam, sejarah, dan interpretasi teks dalam Al-Qur'an. Seiring berjalannya sang waktu, alam pun berubah. Faktor geologi, cuaca, dan aktivitas manusia mempengaruhi perubahan tersebut.
Erosi dan Perubahan Struktur Batuan menyebabkan air yang dulu keluar dari beberapa titik mungkin telah bergabung menjadi satu aliran besar. Yordania sendiri dikenal sebagai yang mengalami aktivitas tektonik tinggi. Gempa atau pergeseran tanah bisa membuat beberapa sumber air tertutup. Sedimentasi dan perubahan aliran air juga mempengaruhi perubahan ini. Â Endapan tanah dan batuan bisa menutup sebagian dari 12 mata air sehingga yang tersisa hanya satu atau sedikit saja.
Bisa jadi, mata air-mata air lain masih ada tetapi tidak tampak di permukaan. Di banyak kasus, mata air bawah tanah tetap ada tetapi mengalir dalam bentuk sungai bawah tanah. Bisa jadi, mata air Ain Musa kini bermuara pada satu titik, tetapi sebenarnya berasal dari beberapa sumber berbeda.
Dalam Al-Qur'an, "12 mata air" bisa merujuk pada jumlah aliran air yang terpisah saat peristiwa itu terjadi. Ada beberapa kemungkinan interpretasi. Bisa jadi awalnya ada 12 pancaran air, tetapi kini menyatu menjadi satu aliran besar. Bisa juga "12 mata air" bukan berarti 12 titik berbeda secara permanen, tetapi lebih kepada bagaimana air itu terdistribusi kepada masing-masing suku saat itu. Wallahualam bissawab. Hanya Allah yang mengetahui kebenaran yang sesungguhnya
Â
Suku Nabatean dan Ain Musa
Suku Nabatean adalah penguasa kota kuno Petra yang memiliki pengetahuan luar biasa, (pada masanya) terkait manajemen air atau irigasi di lingkungan gurun yang keras. Mereka membangun sistem kanal dan waduk untuk mengumpulkan serta menyimpan air hujan guna menunjang kehidupan kota Petra.
Karena jaraknya yang tidak terlalu jauh, hanya dua kilometer  dari Petra. Suku Nabatean juga memiliki keterkaitan erat dengan Ain Musa. Diperkirakan mereka juga memanfaatkan mata air Musa sebagai salah satu sumber air penting, baik untuk kebutuhan sehari-hari maupun untuk mendukung aktivitas dagang dan pertanian mereka.
Â
Sumber Air Kehidupan Penduduk
Penduduk di sekitar Wadi Musa telah merasakan manfaat Ain Musa dalam sejarah kehidupan mereka. Seorang penduduk yang telah hidup di daerah ini selama lebih dari enam dekade mengatakan bahwa dulu mata air ini deras. Orang-orang berdatangan dari desa sekitar untuk mengambil air. Sekarang, semuanya berubah. Walau masih cukup banyak, namun airnya berkurang, dan yang tersisa hanya kenangan.
Di balik kisah religiusnya, Ain Musa adalah sebuah anomali ekologis di tengah lanskap kering Pegunungan Shara. Para ahli geologi meyakini bahwa mata air ini mendapat pasokan dari akuifer bawah tanah yang berusia ribuan tahun. Air yang merembes dari celah-celah batuan ini mungkin telah tersaring selama berabad-abad sebelum akhirnya muncul ke permukaan.
Namun, tekanan modern terhadap sumber daya air Yordania---salah satu negara dengan krisis air terburuk di dunia---telah mengubah aliran yang pernah melimpah menjadi sesuatu yang jauh lebih kecil dari apa yang mungkin pernah disaksikan oleh Musa dan kaumnya.
Legenda dan kenyataan bertabrakan di tempat seperti ini. Bagi seorang pengunjung yang skeptis, Ain Musa mungkin hanyalah mata air kecil di antara banyak sumber air lain di kawasan ini. Namun, bagi para peziarah yang datang dengan keyakinan, tempat ini lebih dari sekadar sumber air---ini adalah bukti sejarah yang hidup, tempat di mana sebuah kisah besar pernah terjadi, atau setidaknya, dihidupkan kembali dalam ingatan kolektif manusia.
Bagi wisatawan yang berkunjung ke Petra, singgah di Ain Musa memberikan perspektif tambahan tentang hubungan antara sumber daya air dan peradaban manusia. Sejarah, geologi, dan ekologi bertemu di tempat ini, mengingatkan kita akan pentingnya menjaga sumber daya alam yang rapuh. Di tengah tantangan perubahan iklim, keberlanjutan Ain Musa menjadi simbol ketahanan alam dan keseimbangan antara manusia dengan lingkungannya.
Saat matahari mulai turun, mewarnai tebing-tebing batu pasir dengan semburat merah dan emas, para pengunjung terakhir meninggalkan Ain Musa. Air masih mengalir, pelan tapi pasti. Mungkin inilah warisan sejati tempat ini: bukan hanya tentang mukjizat atau sejarah, tetapi tentang daya tahan---seperti air yang tak henti-henti mencari jalannya sendiri, tak peduli seberapa keras batuan di sekelilingnya.
Jkt/16022025/Ksw/123
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI