Mohon tunggu...
Kusworo
Kusworo Mohon Tunggu... Penjelajah Bumi Allah Azza wa Jalla Yang Maha Luas Dan Indah

Pecinta Dan Penikmat Perjalanan Sambil Mentafakuri Alam Ciptaan Allah Swt

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cancel Culture : Ketika Pengadilan Massa Digital Menjatuhkan Vonis

14 Februari 2025   13:00 Diperbarui: 15 Februari 2025   18:02 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cancel Culture Vonisnya cepat bagaikan kilat | themaverickobserver.com

Mereka yang selama ini tak memiliki suara, kini seakan memiliki kekuatan. Cancel Culture diyakini sebagai bentuk keadilan rakyat dalam dunia yang sering kali membiarkan pelaku kejahatan sosial lolos begitu saja. Melenggang dengan bebas dan santai setelah membuat huru-hara dan kegaduhan. Sebuah fenomena sosial. Di satu sisi dipuja sebagai alat akuntabilitas sosial. Namun di sisi lain dikutuk sebagai bentuk eksekusi kilat tanpa pengadilan dan pembelaan.

Ketika sepenggal alinea tercipta lalu diketik di atas keyboard atau sebaris kata terucap dan direkam. Diposting atau dicuitkan dengan ringan, tanpa beban, tanpa kesadaran akan badai yang akan menyusul. Detik dan menit berlalu hingga dalam hitungan jam, nama dan kredibilitas seseorang atau entitas bisa berubah dari ikon menjadi "persona non grata" atau "orang buangan" dalam komunitasnya.

Dunia Cancel Culture adalah pengadilan opini ala nitizen di dunia maya yang bergerak lebih cepat daripada proses hukum di negara mana pun. Lebih berani dan beringas daripada jurnalisme investigatif kasus politik yang menggoncang suatu negara. Dan lebih mutlak daripada kebijakan direktur utama perusahaan manapun. Dipuja sebagai alat akuntabilitas sosial dan dikutuk sebagai bentuk eksekusi sadis tanpa pengadilan

Cancel Culture merupakan fenomena sosial. Sudah terjadi sejak lama, namun mulai popular pada akhir 2010-an. Dimana individu atau kelompok dipinggirkan, diboikot, atau dikritik habis secara luas oleh warga maya, nitizen.  Penguasa terkuat di dunia maya; karena perkataan, baik lisan maupun tulisan atau tindakan yang dianggap bermasalah, ofensif, atau tidak sesuai nilai-nilai sosial tertentu. Istilah Cancel Culture merujuk pada budaya media sosial, yang menggunakan tekanan opini publik sebagai senjata pamungkasnya.

 

Dari Boikot ke Hashtag (#) Hingga Viral

Jejak sejarah pemboikotan sudah terlihat sejak lama dalam gerakan sosial di dunia, jadi tidak dimulai dari Twitter atau media sosial lainnya. Penolakan apartheid di Afrika Selatan misalnya, menjadi gerakan yang merubah system demokrasi otoriter di Afrika Selatan dengan berbagai kompromi politik di dalamnya. Walau berlangsung dalam proses yang cukup lama. Namun berbeda dalam cancel culture modern, kecepatannya sangat kilat dan sifatnya tak terampuni.

Era digitalisasi dan maraknya penggunaan media sosial menggeser nilai-nilai sosial. Memunculkan kesadaran kolektif, bahwa publik figur harus bertanggung jawab atas ucapan dan tindakan mereka, bukan hanya di ruang publik, tetapi dalam seluruh lanskap digital.

Gerakan #MeToo membuka jalan bagi gelombang canceling besar-besaran, Namun, gelombang ini tak berhenti di sana. Dari politisi hingga komedian, dari jurnalis hingga selebritas YouTube, siapa pun yang melanggar batas norma yang sedang berkembang berisiko dihukum oleh massa yang tak kasat mata. Viral dalam sosial media bisa bermakna dua. Popular dalam makna sebenarnya atau terkenal karena dihujat dan diadili massa dunia maya

Cancelling terkadang hingga membunuh karakter | kovermagz.com
Cancelling terkadang hingga membunuh karakter | kovermagz.com

Akuntabilitas atau Teror?

Akuntabilitas merujuk pada prinsip di mana seseorang atau entitas bertanggung jawab atas tindakan, keputusan, dan kebijakan yang mereka buat serta wajib memberikan penjelasan atau pertanggungjawaban kepada pihak yang berkepentingan. Prinsip ini sangat penting untuk menciptakan kepercayaan, meningkatkan transparansi, dan mendorong tata kelola yang baik dalam berbagai bidang.

Dalam konteks cancel culture di media sosial, para pendukung berargumen bahwa ini adalah alat yang akhirnya memberi kekuatan kepada mereka yang selama ini tak memiliki suara. Mereka melihatnya sebagai bentuk keadilan rakyat dalam dunia yang sering kali membiarkan pelaku kejahatan sosial lolos begitu saja. Melenggang dengan bebas dan santai setelah membuat huru-hara dan kegaduhan sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun