Hal ini tentunya didukung oleh kekuatan jaringan relasi sosial yang saya bangun. Saya pun tak membatasi relasi sosial ini hanya dalam skop kultur, budaya, agama, ras, dan pendidikan.
Kurikulum sendiri sejatinya membantu proses penajaman mata analisis sosial. Di Medan, saya berjumpa dengan banyak mahasiswa dengan kultur, karakter, dan status sosial yang berbeda.Â
Saya harus turun dari kursi katredral akademis dan berani berkubang sekaligus berbaur dengan beragam mahasiswa. Selain mahasiswa, perjumpaan dengan budaya Batak-Toba membuat saya lebih percaya diri tuk membuat penilaian, analisis, dan keputusan. Inilah kemandirian fakultas organisional dari studi banding di wilayah Medan.