Mohon tunggu...
Krismas Situmorang
Krismas Situmorang Mohon Tunggu... Teacher St Bellarminus-Jakarta, Freelancer Writer, Indonesian Blogger

Observer of Social Interaction, Catechist in the Parish.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Masih Adakah Etika Masyarakat Ketika Menjadi Penumpang Kereta Commuterline?

15 Juli 2025   21:40 Diperbarui: 15 Juli 2025   21:40 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Kereta Commuterline. (Sumber: https://www.nawacitapost.com/news/2761519/naik-krl-bisa-tanpa-kartu-bagaimana-caranya)

Tidak sedikit dari penumpang kereta terkesan sedang memuaskan kenyamanan diri tanpa mempedulikan kondisi orang lain. Seolah-olah kereta berubah menjadi sarana privat dengan previlage tempat duduk yang tidak boleh diserahkan kepada siapapun sampai dirinya selesai menggunakannya. Praktis, mereka duduk sejak awal keberangkatan hingga sampai di tujuan. 

Yang terjadi, justru banyak penumpang semakin menyamankan diri dengan memasang headset, memakai penutup mata, bahkan menutup hampir seluruh wajahnya agar terhindar dari kemungkinan kehilangan tempat duduk. Memprihatinkan, bukan?

Bagi sebagian penumpang pada akhirnya menganggap ini sebagai hal biasa. Sebagian lagi membiarkan tanpa reaksi untuk menghindari pertengkaran atau keributan. Bagi saya, ini keprihatinan moral sekaligus keprihatinan sosial. Ini potret masyarakat kita yang katanya terkenal dengan tepo seliro atau tenggang rasanya itu.  

Selama perjalanan kereta berlangsung, petugas kereta tak putus-putus mengingatkan penumpang agar mengutamakan penumpang yang turun sebelum menaiki gerbong kereta. Namun himbauan ini tidak selalu diindahkan. 

Ilustrasi kepadatan penumpang kereta Commuterline. (Sumber: https://rri.co.id/bisnis/1648111/semester-i-2025-penumpang-krl-jabodetabek-166-juta)
Ilustrasi kepadatan penumpang kereta Commuterline. (Sumber: https://rri.co.id/bisnis/1648111/semester-i-2025-penumpang-krl-jabodetabek-166-juta)

Baca juga: Memaksimalkan Potensi Sebagai Anugerah, Tanggung Jawab, dan Ungkapan Syukur

Penumpang yang naik bagaikan kesetanan mendesak masuk tanpa memberi kesempatan penumpang untuk turun lebih dulu. Mereka menyerobot antrean naik atau mendorong penumpang lain demi berebut tempat duduk. Budaya tertib di peron dan di dalam kereta tidak selalu berjalan baik, padahal perilaku ini sangat berpengaruh pada kelancaran naik dan turunnya penumpang.

Saya masih mengingat perkataan salah seorang guru saya ketika SMP, bahwa manusia seharusnya malu kepada itik jika tidak mampu bersikap tertib. Bukankah antrean merupakan hal dasar dalam transportasi publik. Selalu sisakan ruang di samping pintu untuk penumpang yang akan keluar lebih dulu sebelum naik ke kereta. 

Hal lain yang saya amati adalah soal banyaknya penumpang yang berdiri tepat di depan pintu dengan tujuan agar bisa cepat ketika turun atau naik. Padahal, tindakan ini justru semakin menghambat arus keluar masuk penumpang lain terutama ketika jam-jam sibuk. Kesadaran untuk mundur dari pintu sebelum waktu turun seolah tidak terpikir di benak mereka. 

Dalam hal penampilan, memang sudah banyak penumpang yang tampil rapi dan bersih saat menggunakan kereta. Tapi, tidak sedikit juga yang minim kesadaran dengan tidak menjaga aroma tubuh yang berbau menyengat dalam ruang publik seperti kereta ini. 

Saya biasanya lebih memilih turun dan berpindah kereta atau jika memungkinkan, cukup berpindah gerbong jika masker tidak mampu menahan aroma yang menyengat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun