Mohon tunggu...
Krisanti_Kazan
Krisanti_Kazan Mohon Tunggu... Learning facilitator

Mencoba membuat jejak digital yang bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Lebih dari Sekadar Kurikulum: Mungkinkah Sekolahmu Sudah Mengajarkan 5C?

15 September 2025   19:37 Diperbarui: 15 September 2025   19:37 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi siswa sedang mengerjakan project | Sumber: shutterstock

Bayangkan sebuah kelas di mana hampir semua murid mampu menuntaskan soal ujian dengan cepat dan tepat. Nilai rapor pun tampak gemilang. Namun, ketika diminta bekerja dalam tim untuk merancang solusi sebuah masalah nyata-misalnya membuat kampanye lingkungan atau menyusun ide bisnis sederhana-kelas mendadak hening. Ada yang bingung harus mulai dari mana, ada yang enggan berpendapat, bahkan ada yang tidak tahu bagaimana mengutarakan ide.

Fenomena ini membuat kita bertanya: apakah sekolah saat ini hanya fokus pada nilai, atau sudah benar-benar menyiapkan keterampilan hidup abad 21 yang sesungguhnya?

Mengapa 5C Penting di Abad 21?

Dunia saat ini bergerak jauh lebih cepat dari sebelumnya. Teknologi berkembang pesat, pekerjaan lama hilang digantikan mesin, sementara profesi baru bermunculan setiap saat. Di tengah perubahan ini, kemampuan menghafal rumus atau menjawab soal pilihan ganda tidak lagi cukup.

Inilah mengapa keterampilan 5C menjadi kunci:

  • Critical Thinking agar murid mampu memilah informasi, menganalisis masalah, dan menemukan solusi.
  • Creativity untuk melahirkan ide segar dan beradaptasi dengan situasi baru.
  • Collaboration supaya bisa bekerja sama lintas latar belakang, budaya, dan bidang.
  • Communication agar gagasan cemerlang tidak hanya tersimpan di kepala, tapi bisa dipahami orang lain.
  • Citizenship menumbuhkan kesadaran sebagai warga dunia yang peduli pada lingkungan dan masyarakat.

Tanpa bekal 5C, generasi muda berisiko menjadi "pintar di kertas, bingung di kehidupan nyata."

Potret Sekolah yang Masih Berorientasi Nilai

Sayangnya, masih banyak sekolah yang terjebak dalam paradigma lama: nilai tinggi dianggap sebagai tolok ukur utama keberhasilan belajar. Murid digembleng dengan latihan soal, bahkan sejak dini sudah terbiasa dengan target ranking dan angka-angka di rapor.

Padahal, hasilnya sering kali paradoks. Murid bisa mengerjakan soal ujian dengan sempurna, tetapi kesulitan ketika menghadapi masalah nyata yang tidak memiliki "kunci jawaban." Mereka terbiasa mencari jawaban tunggal, bukan mengeksplorasi berbagai kemungkinan.

Di sisi lain, suasana belajar yang terlalu menekankan hafalan membuat kreativitas terpinggirkan. Kolaborasi sebatas "bagi-bagi tugas," komunikasi hanya terjadi satu arah, dan kesadaran sebagai warga masyarakat kurang terbangun. Akhirnya, sekolah seolah menjadi "pabrik soal," bukan laboratorium kehidupan.

Bagaimana Sekolah Bisa Mengintegrasikan 5C

Mengajarkan 5C bukan berarti sekolah harus menambah mata pelajaran baru. Justru, keterampilan ini bisa ditanamkan lewat cara belajar sehari-hari yang lebih kontekstual dan bermakna. Beberapa langkah sederhana yang bisa dilakukan sekolah antara lain:

  • Critical Thinking
    Guru bisa menghadirkan studi kasus dari kehidupan sehari-hari-misalnya isu sampah plastik di sekitar sekolah-lalu mengajak murid menganalisis akar masalah dan mencari solusi.
  • Creativity
    Biarkan murid mengekspresikan diri lewat proyek seni, eksperimen sains, atau pameran karya digital. Ruang berkreasi akan membuat mereka terbiasa berpikir "out of the box."
  • Collaboration
    Alih-alih tugas kelompok yang sekadar membagi peran, ciptakan proyek kolaboratif yang menuntut mereka berdiskusi, menyatukan ide, dan menyelesaikan tantangan bersama.
  • Communication
    Latih murid menyampaikan ide lewat presentasi, debat, atau menulis artikel singkat. Dengan begitu, mereka terbiasa berbicara dan menulis dengan jelas, persuasif, dan percaya diri.
  • Citizenship
    Ajak murid terlibat dalam kegiatan sosial, seperti aksi kebersihan lingkungan, program literasi di masyarakat, atau kampanye digital yang positif. Ini menumbuhkan kepedulian sekaligus rasa tanggung jawab.

Jika 5C ini dijalankan secara konsisten, kelas akan berubah menjadi ruang belajar yang hidup, di mana murid tidak hanya pintar menjawab soal, tetapi juga siap menghadapi dunia nyata.

Contoh Kegiatan Nyata di Sekolah

Untuk benar-benar melatih keterampilan 5C, sekolah perlu menghadirkan kegiatan yang relevan dengan kehidupan murid. Beberapa contoh praktik yang bisa dilakukan antara lain:

  • Project-Based Learning (PBL). Murid diberi tantangan nyata, misalnya membuat produk ramah lingkungan, merancang kampanye hemat energi, atau menciptakan prototipe sederhana. Dari sini, mereka belajar berpikir kritis, berkolaborasi, sekaligus berinovasi.
  • Pameran Karya atau Digital Gallery Walk. Hasil karya murid dipamerkan di sekolah atau platform digital. Selain mengasah kreativitas, ini juga melatih mereka berkomunikasi dan bangga pada hasil kerja tim.
  • Ekstrakurikuler yang Bermakna. Klub debat, jurnalistik, robotik, atau kewirausahaan bisa menjadi sarana melatih komunikasi, kerja sama, dan kreativitas.
  • Kolaborasi dengan Dunia Luar. Sekolah dapat bekerja sama dengan komunitas lokal, dunia usaha, atau orang tua untuk menghadirkan pengalaman belajar autentik. Misalnya, belajar kewirausahaan langsung dari pelaku UMKM atau terlibat dalam kegiatan sosial masyarakat.

Kegiatan semacam ini membuat murid menyadari bahwa belajar bukan hanya untuk ujian, melainkan untuk kehidupan yang lebih luas.

Baca juga praktik baik dalam melatih keterampilan 5C : Melatih Literasi Digital dan Keterampilan 5C Memanfaatkan Tools Online Padlet

Tantangan dan Peluang

Mengintegrasikan 5C di sekolah tentu bukan hal mudah. Banyak guru masih terbiasa dengan pola pembelajaran tradisional yang berorientasi pada penyelesaian soal dan pencapaian nilai. Tekanan kurikulum, keterbatasan waktu, hingga budaya sekolah yang menilai kesuksesan dari angka rapor sering menjadi kendala utama. Akibatnya, upaya melatih keterampilan berpikir kritis, kreativitas, atau kolaborasi kerap tersisih di balik target akademik semata.

Namun, di balik tantangan tersebut, sebenarnya ada peluang besar. Pemerintah melalui Kurikulum Merdeka tengah mendorong pendekatan pembelajaran mendalam (deep learning), yakni proses belajar yang tidak berhenti pada hafalan, melainkan mendorong murid untuk memahami, menghubungkan, dan menerapkan pengetahuan dalam konteks nyata. Deep learning menekankan bahwa belajar harus relevan dengan kehidupan murid, memberi ruang eksplorasi, serta menumbuhkan keterampilan berpikir tingkat tinggi-semua itu sejalan dengan pengembangan 5C.

Dengan demikian, sekolah yang berani bertransformasi justru bisa memanfaatkan momentum ini. Ketika guru mulai membiasakan murid bertanya "mengapa" dan "bagaimana" alih-alih hanya "apa," ketika proyek nyata lebih sering digunakan dibanding drilling soal, maka lahirlah generasi yang bukan hanya cerdas di atas kertas, tetapi juga tangguh, adaptif, dan siap menghadapi kompleksitas dunia abad 21.

***

Abad 21 hadir dengan tantangan yang jauh lebih kompleks dibanding generasi sebelumnya: disrupsi teknologi yang serba cepat, persaingan global tanpa batas, serta isu sosial dan lingkungan yang menuntut solusi kreatif. Di tengah pusaran ini, kemampuan mengerjakan soal semata jelas tidak cukup. Murid perlu dibekali keterampilan 5C-berpikir kritis, kreatif, mampu berkolaborasi, berkomunikasi efektif, dan memiliki kesadaran sebagai warga dunia-agar mereka tidak hanya menjadi penonton, tetapi aktor utama perubahan.

Pertanyaannya sekarang, apakah sekolah kita sudah benar-benar mempersiapkan murid untuk menghadapi tantangan abad 21? Atau masih terjebak pada paradigma lama, di mana angka-angka di rapor dianggap lebih penting daripada keterampilan hidup yang sesungguhnya?

Saatnya sekolah bertransformasi: dari sekadar ruang menghafal menuju laboratorium kehidupan, dari pabrik soal menuju pusat pembelajaran mendalam. Karena pada akhirnya, bekal terbaik bagi generasi masa depan bukanlah sekadar nilai ujian, melainkan kemampuan untuk belajar, beradaptasi, dan memberi dampak nyata bagi dunia yang terus berubah.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun