Mohon tunggu...
Krisanti_Kazan
Krisanti_Kazan Mohon Tunggu... Learning facilitator

Mencoba membuat jejak digital yang bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Lebih dari Sekadar Kurikulum: Mungkinkah Sekolahmu Sudah Mengajarkan 5C?

15 September 2025   19:37 Diperbarui: 15 September 2025   19:37 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi siswa sedang mengerjakan project | Sumber: shutterstock

Untuk benar-benar melatih keterampilan 5C, sekolah perlu menghadirkan kegiatan yang relevan dengan kehidupan murid. Beberapa contoh praktik yang bisa dilakukan antara lain:

  • Project-Based Learning (PBL). Murid diberi tantangan nyata, misalnya membuat produk ramah lingkungan, merancang kampanye hemat energi, atau menciptakan prototipe sederhana. Dari sini, mereka belajar berpikir kritis, berkolaborasi, sekaligus berinovasi.
  • Pameran Karya atau Digital Gallery Walk. Hasil karya murid dipamerkan di sekolah atau platform digital. Selain mengasah kreativitas, ini juga melatih mereka berkomunikasi dan bangga pada hasil kerja tim.
  • Ekstrakurikuler yang Bermakna. Klub debat, jurnalistik, robotik, atau kewirausahaan bisa menjadi sarana melatih komunikasi, kerja sama, dan kreativitas.
  • Kolaborasi dengan Dunia Luar. Sekolah dapat bekerja sama dengan komunitas lokal, dunia usaha, atau orang tua untuk menghadirkan pengalaman belajar autentik. Misalnya, belajar kewirausahaan langsung dari pelaku UMKM atau terlibat dalam kegiatan sosial masyarakat.

Kegiatan semacam ini membuat murid menyadari bahwa belajar bukan hanya untuk ujian, melainkan untuk kehidupan yang lebih luas.

Baca juga praktik baik dalam melatih keterampilan 5C : Melatih Literasi Digital dan Keterampilan 5C Memanfaatkan Tools Online Padlet

Tantangan dan Peluang

Mengintegrasikan 5C di sekolah tentu bukan hal mudah. Banyak guru masih terbiasa dengan pola pembelajaran tradisional yang berorientasi pada penyelesaian soal dan pencapaian nilai. Tekanan kurikulum, keterbatasan waktu, hingga budaya sekolah yang menilai kesuksesan dari angka rapor sering menjadi kendala utama. Akibatnya, upaya melatih keterampilan berpikir kritis, kreativitas, atau kolaborasi kerap tersisih di balik target akademik semata.

Namun, di balik tantangan tersebut, sebenarnya ada peluang besar. Pemerintah melalui Kurikulum Merdeka tengah mendorong pendekatan pembelajaran mendalam (deep learning), yakni proses belajar yang tidak berhenti pada hafalan, melainkan mendorong murid untuk memahami, menghubungkan, dan menerapkan pengetahuan dalam konteks nyata. Deep learning menekankan bahwa belajar harus relevan dengan kehidupan murid, memberi ruang eksplorasi, serta menumbuhkan keterampilan berpikir tingkat tinggi-semua itu sejalan dengan pengembangan 5C.

Dengan demikian, sekolah yang berani bertransformasi justru bisa memanfaatkan momentum ini. Ketika guru mulai membiasakan murid bertanya "mengapa" dan "bagaimana" alih-alih hanya "apa," ketika proyek nyata lebih sering digunakan dibanding drilling soal, maka lahirlah generasi yang bukan hanya cerdas di atas kertas, tetapi juga tangguh, adaptif, dan siap menghadapi kompleksitas dunia abad 21.

***

Abad 21 hadir dengan tantangan yang jauh lebih kompleks dibanding generasi sebelumnya: disrupsi teknologi yang serba cepat, persaingan global tanpa batas, serta isu sosial dan lingkungan yang menuntut solusi kreatif. Di tengah pusaran ini, kemampuan mengerjakan soal semata jelas tidak cukup. Murid perlu dibekali keterampilan 5C-berpikir kritis, kreatif, mampu berkolaborasi, berkomunikasi efektif, dan memiliki kesadaran sebagai warga dunia-agar mereka tidak hanya menjadi penonton, tetapi aktor utama perubahan.

Pertanyaannya sekarang, apakah sekolah kita sudah benar-benar mempersiapkan murid untuk menghadapi tantangan abad 21? Atau masih terjebak pada paradigma lama, di mana angka-angka di rapor dianggap lebih penting daripada keterampilan hidup yang sesungguhnya?

Saatnya sekolah bertransformasi: dari sekadar ruang menghafal menuju laboratorium kehidupan, dari pabrik soal menuju pusat pembelajaran mendalam. Karena pada akhirnya, bekal terbaik bagi generasi masa depan bukanlah sekadar nilai ujian, melainkan kemampuan untuk belajar, beradaptasi, dan memberi dampak nyata bagi dunia yang terus berubah.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun