Oleh: Krisanti_kazan
Covid-19 memaksa kita untuk melakukan banyak perubahan bahkan memaksa kita untuk bisa beradaptasi dengan situasi yang sulit melalui berbagai inovasi.
Salah satu yang terdampak adalah dalam bidang pendidikan. Covid memaksa kita untuk mencari solusi atas ketertinggalan pembelajaran.
Untuk mengatasi hal tersebut, Kemendikbudristek melakukan penyederhanaan kurikulum dalam kondisi khusus (kurikulum darurat) untuk memitigasi ketertinggalan pembelajaran (learning loss) pada masa pademi.Â
Dilansir dari laman pusatinformasi.guru.kemdikbud.go.id, "Hasilnya, dari 31,5% sekolah yang menggunakan kurikulum darurat menunjukkan, penggunaan kurikulum darurat dapat mengurangi dampak pandemi sebesar 73% (literasi) dan 86% (numerasi)".Â
Dalam pemulihan pembelajaran, sekolah diberikan kebebasan menentukan kurikulum yang akan dipilih yaitu Kurikulum 2013 penuh, Kurikulum Darurat (K-13 yang disederhanakan), dan Kurikulum Merdeka.
Sebagai seorang pendidik yang baru mengabdi selama hampir 24 tahun ini, saya telah melihat banyak perubahan dalam dunia pendidikan.
Dimulai ketika pertama kali mengajar dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Kurikulum Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI), Kurikulum 2013, hingga Kurikulum Merdeka.Â
Salah satu yang paling menggembirakan bagi saya adalah adopsi Kurikulum Merdeka. Sejak diperkenalkan, saya telah melihat dampak positif yang signifikan dalam proses pembelajaran dan perkembangan siswa.
Ketika pertama kali mendengar tentang Kurikulum Merdeka, saya merasa antusias tetapi juga sedikit skeptis.