Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Problema Sakit Jiwa di Indonesia, Puncak Gunung Es yang Belum (Pasti) Mencair

3 September 2020   17:58 Diperbarui: 11 September 2020   08:31 2034
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Prevelansi yang timpang ini juga tercermin dari jumlah rumah sakit jiwa yang hanya ada 48 buah untuk melayani sekitar 265 juta jiwa manusia di Indonesia. Lebih dari separuhnya berada di 4 provinsi, dan 8 provinsi tidak punya Rumah Sakit Jiwa.

Bagaimana dengan penderita stress, depresi, dan gangguan jiwa ringan lainnya? Menurut Riskesdas tahun 2018, prevalensi penduduk berusia 15 tahun ke atas yang mengalami gangguan adalah sebesar 14 juta orang. Sayangnya hanya 9 persen dari kasus depresi tersebut yang mendapatkan sentuhan medis maupun konsultasi.

Masih menurut data yang sama, prevalensi penduduk berusia 15 tahun ke atas yang mengalami depresi sebesar 6 persen, atau sekitar 14 juta orang. Sayangnya, hanya 9 persen dari penderita yang minum obat atau menjalani pengobatan medis.

**

Dari kondisi yang tidak seimbang ini, muncul lagi masalah baru. Ongkos konsultasi dan medikasi menjadi mahal, karena terpengaruh oleh hukum permintaan dan persediaan.

Oleh sebab itu, berdasarkan data yang dimiliki oleh RS Melinda Bandung, jika ada pemeriksaan kejiwaan gratis bagi masyarakat yang kurang mampu secara ekonomi dan potongan harga bagi kelompok mahasiswa, angka kunjungan pasien kejiwaan per bulannya bisa meningkat tajam hingga mencapai 750 pasien.

**

Situasi ini sangat mengkhwatirkan. Selain kurangnya tenaga ahli, hingga mahalnya biaya konsultasi yang membuat sebagaian masyarakat tidak tersentuh.

Sebagai akibatnya, pengobatan alternatif dari tenaga non-medis seperti dukun dan sejenisnya, menjadi pilihan bagi penderita sakit jiwa.

Belum lagi stigma yang jelek terhadap penderita gangguan mental, hingga praktik pasung di negeri ini masih tinggi. Hal ini semakin diperburuk dengan minimnya sosialisasi kesehatan mental ini.

Keterlibatan lembaga-lembaga non medis yang tidak resmi juga turut memperparah hal ini. Banyak keluarga yang malu atau sudah tidak tahan, kemudian 'menitipkan' anggota keluarga mereka ke panti sosial, pengobatan tradisional, hingga Lembaga keagamaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun