"Engkau keras kepala seperti ayahmu!" teriak Panangkaran, mendorong Pancapana mundur.
"Dan engkau pengecut seperti pengkhianat sejati!" balas Pancapana, matanya menyala oleh semangat dan kesedihan yang diwariskan sahabatnya, Indrayana.
Kalung pusaka di leher Pancapana tiba-tiba berkilat, memancarkan cahaya keemasan yang menyilaukan. Tenaga aneh mengalir ke dalam tubuhnya, membuat setiap ayunan pedangnya semakin kuat.
Panangkaran terperanjat. "Apa ini...?!"
Pancapana maju dengan tebasan bertubi-tubi, memaksa Panangkaran mundur beberapa langkah. Perang seakan berhenti sesaat, semua mata tertuju pada duel maut itu.
Bersambung ke Bagian 19
Catatan Penulis:
Kisah ini memadukan sejarah dan imajinasi. Beberapa tokoh dan peristiwa diambil dari catatan sejarah, namun banyak pula unsur fiksi yang ditambahkan demi kepentingan sastra. Cerbung ini tidak dimaksudkan sebagai rujukan sejarah, melainkan sebagai upaya menghadirkan nilai moral tentang persahabatan, cinta, dan perjuangan menegakkan kebenaran.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI