Selanjutnya ciri ketiga, yaitu "sensitif terhadap kritik". Bagi mereka, kritik dari atasan atau rekan kerja sering dianggap sebagai serangan pribadi, bukan sebagai masukan untuk berkembang.
2. Pendidikan dan Pola Pikir
Generasi ini cenderung "mudah stres dan cemas". Tekanan akademik dan sosial membuat mereka lebih rentan mengalami gangguan mental seperti overthinking, anxiety, atau burnout.
Mereka juga "kurang tahan menghadapi kegagalan". Banyak anak muda yang takut mencoba hal baru karena takut gagal dan dipermalukan di media sosial. Kegagalan sering dianggap sebagai akhir, bukan sebagai bagian dari proses belajar.
Anak-anak ini juga "lebih memilih passion daripada keamanan finansial". Generasi ini lebih memilih mengejar pekerjaan yang sesuai passion daripada pekerjaan stabil dengan gaji tinggi.
3. Interaksi Sosial dan Gaya Hidup
Anak-anak ini memiliki "ketergantungan pada teknologi". Mereka lebih nyaman berkomunikasi lewat chat atau media sosial daripada bertatap muka langsung. Ini membuat interaksi sosial menjadi lebih dangkal.
Mereka juga cenderung terjebak pada "budaya FOMO (Fear of Missing Out)". Selalu ingin ikut tren terbaru agar tidak merasa tertinggal, baik dalam gaya hidup, fashion, maupun opini sosial.
Yang menarik, anak-anak muda ini memiliki kepekaan dan "lebih peduli pada isu-isu sosial", walaupun kadang hanya di media sosial. Mereka sangat vokal menyikapi isu seperti lingkungan, kesetaraan gender, atau hak-hak pekerja, tetapi terkadang hanya dalam bentuk postingan tanpa aksi nyata.
Gen Z dan Alpha
Di Indonesia, istilah Generasi Stroberi sering dikaitkan dengan Gen Z (lahir sekitar 1997--2012) dan Gen Alpha (lahir 2013 ke atas), terutama dalam hal mentalitas dan ketahanan menghadapi tantangan. Namun, ada beberapa perbedaan dalam bagaimana label ini diterapkan: