"Baju buat ke kampus ada, cuman biar kalau dipakai (ke kampus) nggak monoton, jadi masih perlu beli semisal ada model baru yang lagi tren."
Gian menyebut Jacquemus, salah satu brand pakaian mancanegara sebagai hal yang mempengaruhinya dalam menentukan selera outfit. Ia menyebutkan bagaimana banyak artis luar negeri ternama, seperti Jennie Blackpink atau SZA yang menjadi model dari produk pakaian tersebut.
Walau begitu, ketergantungan terhadap layanan Paylater membuat laki-laki 20 tahun itu mau tidak mau, harus membanting tulang sebagai ojek online demi melunasi 'hutangnya'. Meski terasa berat, ia tak punya banyak pilihan dengan keinginannya yang segunung, namun segan merengek soal uang kepada orang tua.
Paylater dan Media Sosial: Perpaduan Maut yang Merayu
Tak main-main konsekuensi yang harus dialami generasi Z sebagai generasi yang lahir dan tumbuh di era kemudahan akses teknologi. Muda-mudi yang termasuk dalam kategori Generasi Z adalah mereka yang lahir antara 1995--2014 (tirto.id). Â Generasi Z digambarkan memiliki sifat Tech savvy yaitu adaptif dan piawai dalam mengoperasikan perangkat digital. Karakteristik inilah yang membuat generasi Z betah berlama-lama menghabiskan waktu berselancar di dunia maya.
Melansir dari goodstats.id, generasi Z yang mengakses media sosial dengan durasi satu hingga
dua jam per harinya ada sekitar 24 persen, serta 13 persen generasi Z hanya mengakses media sosial
30 menit hingga satu jam per harinya. Sementara itu, hanya satu persen generasi Z Indonesia yang
mengakses media sosial kurang dari 15 menit dalam sehari.
Sebelumnya, saya sempat berbincang dengan Bu Tsuroyya, salah satu dosen di kampus. Beliau berpandangan bahwa kebiasaan hidup bersama teknologi yang membuat generasi Z mudah terpapar dengan bujuk rayu iklan di media sosial. Hal ini berkaitan dengan data durasi generasi Z dalam mengakses media sosial sebelumnya.
"Kita tahu bahwa hampir semua media sosial sekarang ada yang namanya sponsor atau iklan. Mereka (korporat) memang membayar untuk itu. Ketika generasi Z frekuensinya lebih banyak menghabiskan waktu di media sosial, semakin banyak iklan yang mereka lihat, maka itu akan mempengaruhi proses berpikirnya," papar Bu Tsuroyya dalam perbincangan kami kala itu.