Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Bersih-Bersih di Pajak: Integritas yang Tak Bisa Ditawar

9 Oktober 2025   15:05 Diperbarui: 9 Oktober 2025   15:05 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bersih-bersih di Pajak: Integritas yang  Tak Bisa Ditawar
“Kejujuran mungkin tampak sederhana, tapi di birokrasi, itu revolusi.”

Oleh Karnita

Ketegasan yang Sudah Lama Dinantikan

Apakah kita masih percaya bahwa birokrasi bisa benar-benar bersih dari praktik kecurangan? Pertanyaan itu kembali menggema setelah langkah tegas Kementerian Keuangan mencuat ke publik. Pada 8 Oktober 2025, melalui pemberitaan Pikiran Rakyat berjudul “Purbaya Dukung Pemecatan 26 Pegawai Dirjen Pajak: Sekarang Bukan Saatnya Main-main Lagi!”, publik menyaksikan sinyal perubahan nyata di tubuh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Langkah pemecatan 26 pegawai yang terbukti melakukan penyimpangan bukan sekadar tindakan administratif, tetapi simbol dari upaya serius mengembalikan kepercayaan publik. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa pelanggaran berat seperti penerimaan uang di luar wewenang adalah tindakan yang tidak bisa diampuni. Di tengah situasi ekonomi yang menuntut efisiensi dan transparansi, keputusan ini menjadi oase di padang keletihan moral birokrasi.

Saya tertarik menyoroti isu ini karena ia bukan hanya soal disiplin pegawai, tetapi juga refleksi tentang kejujuran sebagai modal sosial bangsa. Ketegasan yang ditunjukkan Dirjen Pajak Bimo Wijayanto adalah momentum penting untuk membangun budaya kerja yang berintegritas. Saat publik menuntut keteladanan, inilah waktu bagi lembaga pajak menunjukkan bahwa reformasi birokrasi bukan jargon, melainkan tindakan nyata.

1. Saatnya Berhenti “Main-main” dengan Kepercayaan Publik

Ucapan Purbaya, “Sekarang bukan saatnya main-main lagi,” menjadi kalimat kunci yang menggugah. Dalam birokrasi yang kerap diselimuti formalitas dan eufemisme, keberanian untuk berkata tegas adalah bentuk tanggung jawab moral. Kepercayaan publik terhadap lembaga pajak adalah modal utama keberlanjutan fiskal negara—dan sekali rusak, sulit diperbaiki.

Langkah pemecatan 26 pegawai DJP adalah sinyal bahwa pemerintah tidak lagi mentoleransi pelanggaran yang mencederai publik. Di tengah tuntutan transparansi, tindakan ini menciptakan preseden baru: keadilan administratif harus berjalan tanpa pandang bulu. Tak lagi relevan bagi pejabat untuk berlindung di balik jabatan.

Refleksinya jelas: reformasi birokrasi harus dimulai dari dalam. Kita tidak bisa membangun negara bersih dengan tangan yang kotor. Dan publik, pada akhirnya, berhak mendapatkan bukti, bukan sekadar janji.

2. Integritas sebagai Napas Reformasi Pajak

Integritas bukan jargon moral, melainkan sistem nilai yang menopang kepercayaan fiskal. Ketika pegawai pajak menyimpang, yang tercoreng bukan hanya lembaganya, tetapi juga kredibilitas negara. Dirjen Pajak Bimo Wijayanto menyadari hal ini dan memilih langkah paling sulit: membersihkan rumah sendiri.

Kebijakan ini menunjukkan keseriusan membangun governance yang sehat di sektor yang paling sensitif terhadap korupsi. Pemecatan bukan bentuk balas dendam birokrasi, melainkan proses penegakan nilai keadilan internal. Dengan begitu, kejujuran tidak lagi menjadi beban, tapi standar kerja.

Reformasi birokrasi di DJP harus terus dijaga sebagai proses jangka panjang, bukan sekadar respons atas sorotan publik. Karena dalam lembaga sekompleks perpajakan, satu tindakan curang bisa mengguncang kepercayaan nasional.

3. Keberanian Bimo dan Pesan Kepemimpinan Moral

Langkah Bimo Wijayanto menegaskan bahwa kepemimpinan sejati bukan tentang popularitas, melainkan keberanian mengambil keputusan tak populer. Saat banyak pejabat memilih diam demi kenyamanan, Bimo memilih menegakkan disiplin demi marwah lembaga. Ia menolak kompromi atas integritas.

Dalam sejarah birokrasi Indonesia, jarang sekali kita melihat pejabat publik memutuskan pemecatan massal tanpa tekanan eksternal. Artinya, ini bukan sekadar damage control, melainkan langkah strategis membangun budaya profesional. Kepemimpinan moral semacam ini layak dijadikan teladan bagi pejabat lain di kementerian mana pun.

Publik membutuhkan figur seperti Bimo—yang menempatkan tanggung jawab di atas kepentingan pribadi atau kelompok. Karena hanya dengan keberanian moral, lembaga publik bisa kembali menjadi rumah kepercayaan rakyat.

4. Krisis Kepercayaan dan Tanggung Jawab Kolektif

Isu di DJP bukan sekadar persoalan individu, melainkan gambaran krisis kepercayaan institusional. Masyarakat sudah terlalu sering mendengar kabar penyimpangan di lembaga keuangan negara. Setiap pelanggaran, sekecil apa pun, memperdalam jurang antara pemerintah dan rakyat.

Karenanya, langkah bersih-bersih harus dibarengi dengan edukasi dan reformasi sistem. Pengawasan digital, pelaporan publik, serta peningkatan kesejahteraan pegawai menjadi bagian penting dari strategi pencegahan. Integritas tidak bisa tumbuh di lingkungan yang permisif terhadap kecurangan.

Tanggung jawab menjaga kepercayaan publik adalah tanggung jawab kolektif—dari pimpinan hingga staf paling bawah. Negara harus membangun sistem yang membuat jujur menjadi mudah, dan curang menjadi mustahil.

5. Dari Pembersihan Menuju Transformasi Budaya Kerja

Pemecatan 26 pegawai hanyalah awal dari perjalanan panjang menuju transformasi kultural di Kementerian Keuangan. Perubahan sejati baru terjadi ketika setiap pegawai menjadikan integritas sebagai identitas, bukan kewajiban administratif.

Momentum ini harus dimanfaatkan untuk membangun ekosistem kerja yang berbasis nilai, bukan sekadar aturan. Karena nilai memiliki daya tahan yang lebih kuat dibanding peraturan tertulis. Jika kejujuran sudah menjadi budaya, maka pengawasan menjadi otomatis.

Reformasi birokrasi tidak akan tuntas dalam semalam. Namun langkah tegas DJP menunjukkan bahwa arah sudah benar: menegakkan etika sebagai tulang punggung kinerja publik.

Menegakkan Integritas, Merawat Kepercayaan

“Kepercayaan publik adalah aset tak ternilai—sekali hilang, sulit dikembalikan,” ujar Dr. Agus Pambagio, pengamat kebijakan publik Universitas Indonesia. Kalimat itu menegaskan bahwa keputusan tegas DJP adalah upaya menjaga martabat negara.

Sebagai warga, kita berhak mengapresiasi dan sekaligus mengawasi. Karena keberlanjutan reformasi hanya akan hidup jika publik menjadi bagian dari prosesnya. Bukan dengan curiga, tetapi dengan harapan dan partisipasi.

Refleksi Akhir: Integritas Adalah Jalan Panjang

Setiap keputusan tegas pasti menimbulkan gelombang resistensi. Namun dalam jangka panjang, hanya integritas yang akan membawa lembaga publik bertahan. Ketika Purbaya berkata “sekarang bukan saatnya main-main lagi,” ia bukan hanya menegur pegawai, tetapi juga mengingatkan bangsa.

Reformasi birokrasi sejati menuntut keberanian moral dan konsistensi sistemik. Dan mungkin, langkah DJP kali ini adalah awal kecil dari kebangkitan besar birokrasi Indonesia yang bersih, kuat, dan dipercaya rakyatnya.

Disclaimer:
Tulisan ini bersifat analitis dan reflektif, disusun berdasarkan sumber berita kredibel serta pandangan pribadi penulis terhadap isu reformasi birokrasi dan integritas publik.

Daftar Pustaka

  1. Vidia Elfa Safhira. “Purbaya Dukung Pemecatan 26 Pegawai Dirjen Pajak: Sekarang Bukan Saatnya Main-main Lagi!” Pikiran Rakyat, 8 Oktober 2025. https://www.pikiran-rakyat.com/news/pr-019703906/purbaya-dukung-pemecatan-26-pegawai-dirjen-pajak-sekarang-bukan-saatnya-main-main-lagi?page=all
  2. Kementerian Keuangan Republik Indonesia. “Reformasi Birokrasi dan Integritas ASN.” https://www.kemenkeu.go.id
  3. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “Laporan Tahunan Pencegahan Korupsi 2024.” https://www.kpk.go.id
  4. Pambagio, Agus. “Integritas Lembaga Publik: Tantangan dan Harapan.” Universitas Indonesia Policy Paper, 2024.
  5. OECD. “Public Integrity: A Framework for Strengthening Governance.” OECD Publishing, Paris, 2023.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun