Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Demi Anak Sekolah, Ayah Rela Tinggal di Sawah

13 September 2025   20:34 Diperbarui: 13 September 2025   20:34 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gubuk di tengah sawah. /Pexels.com/Stijn Dijkstra.

Refleksi dari pengorbanan ini memberi kita pesan universal: pendidikan sejatinya bukan sekadar soal ruang kelas dan guru, melainkan juga soal komitmen keluarga. Namun, negara tetap harus hadir, sebab tidak semua ayah mampu mengambil langkah seberani Emon.

Potret Kesenjangan Fasilitas Pendidikan

Jarak sekolah yang memaksa Emon pindah ke gubuk sederhana adalah cermin ketidakmerataan pembangunan fasilitas pendidikan. Banyak anak di pelosok masih harus berjalan jauh melewati desa dan kebun untuk bisa bersekolah. Kondisi ini ironis bila dibandingkan dengan kota besar yang hampir setiap kelurahan memiliki sekolah lengkap.

Kesenjangan infrastruktur ini menjadi kritik sosial yang kuat terhadap perencanaan pembangunan daerah. Pemerataan pendidikan seharusnya tidak hanya menjadi jargon, melainkan diwujudkan dalam akses nyata yang memudahkan anak-anak desa. Apalagi, pemerintah pusat selalu menggaungkan visi “Indonesia Emas 2045” yang mustahil tercapai jika fondasi pendidikan tidak merata.

Refleksinya jelas: anak desa punya hak yang sama dengan anak kota untuk belajar dalam kondisi layak. Selama masalah akses masih menghantui, kisah seperti Emon akan terus berulang, dan bangsa ini kehilangan banyak potensi emas dari generasi muda.

Peran Pemerintah dalam Menyikapi Kasus Emon

Bupati Majalengka, Eman Suherman, turun langsung meninjau kehidupan Emon setelah kisah ini viral. Ia mengakui bahwa kondisi tinggal di gubuk dengan lantai tanah tidak lagi relevan di era sekarang. Pemerintah kemudian menyalurkan bantuan melalui Baznas, serta menjanjikan upaya pemindahan ke rumah layak huni.

Tindakan ini patut diapresiasi, namun juga perlu dikritisi. Bantuan yang diberikan bersifat jangka pendek, sementara problem utama adalah kesenjangan akses pendidikan di wilayah desa. Tanpa solusi struktural, kisah serupa akan terus muncul dengan wajah yang berbeda.

Refleksi dari peran pemerintah adalah perlunya kebijakan berkelanjutan. Bukan hanya memberikan bantuan simbolis, tetapi memastikan adanya sekolah yang mudah dijangkau, transportasi murah, serta rumah layak huni bagi masyarakat rentan.

Pendidikan sebagai Investasi Bangsa

Kisah Emon kembali mengingatkan kita bahwa pendidikan bukan sekadar hak, melainkan investasi jangka panjang. Orang tua seperti Emon rela berkorban karena percaya bahwa masa depan anaknya ditentukan oleh pendidikan. Pandangan ini selaras dengan prinsip bahwa pendidikan adalah jalan mobilitas sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun