Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ketika PTNBH Berkilau, PTS Terancam Meredup

1 September 2025   16:53 Diperbarui: 1 September 2025   16:53 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kebijakan PTNBH dinilai makin memperparah ketimpangan jumlah mahasiswa antara PTN dengan PTS. /Antara Foto/Aprillio Akbar.

84 Kampus Swasta Terancam Ditutup, Komisi X DPR Khawatir Nasib Mahasiswa. (dok. detiknews) 
84 Kampus Swasta Terancam Ditutup, Komisi X DPR Khawatir Nasib Mahasiswa. (dok. detiknews) 

Komisi X DPR menegaskan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap Permendikbudristek 48/2022. Regulasi yang memberi ruang besar jalur mandiri harus ditinjau ulang agar tidak merugikan PTS. Jika perlu, revisi harus dilakukan untuk menutup celah ketidakadilan. Negara tidak boleh abai karena eksistensi PTS adalah pilar penting bagi demokratisasi pendidikan.

Evaluasi ini bukan sekadar administratif, melainkan langkah strategis untuk meluruskan arah pendidikan tinggi. Dengan menyeimbangkan peran PTN dan PTS, negara bisa memastikan akses pendidikan lebih inklusif. Keberadaan PTS sangat vital di daerah yang belum terjangkau PTN.

Refleksi kita: regulasi pendidikan tinggi harus berlandaskan keadilan sosial, bukan sekadar efisiensi pasar. Pendidikan bukan bisnis, melainkan hak publik yang harus dijaga negara.

Harapan bagi Masa Depan Pendidikan Tinggi

Meski banyak kritik, PTNBH tetap punya sisi positif jika dikelola benar. Otonomi dapat mendorong inovasi akademik, riset, dan kemandirian keuangan. Namun, inovasi tidak boleh menyingkirkan keadilan. Pemerintah harus memastikan PTS tidak menjadi korban liberalisasi pendidikan yang kebablasan.

Harapan ke depan adalah kolaborasi, bukan persaingan destruktif. Pemerintah bisa menciptakan skema hibah, subsidi silang, atau insentif khusus bagi PTS yang berprestasi. Dengan demikian, keberadaan PTS tetap terjaga dan masyarakat punya banyak pilihan kampus.

Refleksi terakhir: pendidikan tinggi Indonesia harus bergerak menuju keadilan substantif. Jangan sampai ada kampus yang runtuh hanya karena regulasi timpang. Sebagaimana dikatakan Nelson Mandela, “Education is the most powerful weapon which you can use to change the world.”

Penutup

Isu PTNBH dan ketimpangan dengan PTS bukan sekadar wacana teknis, melainkan problem keadilan sosial. Evaluasi regulasi mutlak dilakukan agar pendidikan tidak berubah menjadi komoditas eksklusif. Pemerintah, DPR, PTN, dan PTS harus duduk bersama untuk membangun sistem yang adil.

Kita tidak boleh melupakan tujuan luhur pendidikan nasional: mencerdaskan kehidupan bangsa. Jika regulasi dibiarkan timpang, cita-cita itu terancam hanya menjadi slogan. “Keadilan dalam pendidikan adalah pondasi masa depan bangsa.” Wallahu a'lam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun