Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Book

"Kami Hanya Ingin Didengar, Meski Lewat Dinding Toilet!"

14 April 2025   03:27 Diperbarui: 14 April 2025   03:27 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kisahnya berakhir tragis: si gadis mencoba melarikan diri, namun kekangan tak hanya datang dari ayahnya, melainkan juga masyarakat sekitar yang turut menghakimi. Si cantik pun bukan hanya tokoh, tapi metafora bagi perempuan yang dikebiri kebebasannya.

Cerpen ini mengupas luka lama yang masih relevan hari ini. Di berbagai tempat, perempuan masih dibatasi oleh norma yang tak adil. Cerita ini menggugat: siapa sebenarnya yang harus dikurung---perempuan atau konstruksi sosial yang mengekangnya?

8. Siapa Kirim Aku Bunga?

Seorang wanita yang sudah bersuami tiba-tiba menerima bunga dari pengagum rahasia. Ia gelisah, antara merasa tersanjung dan takut, karena cinta diam-diam itu menyusup ke dalam hidup rumah tangganya yang stagnan. Setiap bunga yang datang membuat pikirannya kian gaduh.

Ia mencoba melacak siapa pengirimnya, namun teka-teki itu justru membongkar sisi-sisi rapuh dalam hidupnya. Apakah itu bentuk cinta? Apakah ia merindukan sesuatu yang telah hilang dalam pernikahannya? Cerita ini menggambarkan kerumitan emosi perempuan yang terjebak antara kenyataan dan kemungkinan.

Melalui kisah ini, Eka menyorot ruang batin manusia dewasa yang kerap rindu akan kejutan dan gairah hidup, meski dalam bentuk paling absurd sekalipun. Kadang kita hanya butuh sekuntum bunga---bukan untuk selingkuh, tapi untuk merasa masih hidup.

9. Tertangkapnya Si Bandit Kecil Pencuri Roti

Cerpen ini membuka dengan adegan kejar-kejaran antara seorang anak jalanan dan polisi pasar. Ia mencuri sepotong roti, bukan karena nakal, tapi karena lapar. Namun masyarakat memposisikannya sebagai "bandit kecil" yang layak dihukum.

Anak itu dibawa ke pos, diintrogasi, dipukuli. Cerita ini singkat namun mengguncang. Ia menyingkap ketimpangan sosial dengan getir: seorang anak ditindas bukan karena ia jahat, tapi karena ia lahir di tempat yang salah, dari orang tua yang kalah.

Cerita ini mencubit hati nurani. Di kota-kota besar, anak-anak jalanan bukanlah pemandangan asing. Tapi alih-alih ditolong, mereka justru dijinakkan dengan cara kasar. Siapa sebenarnya "bandit"? Anak yang mencuri karena lapar, atau sistem yang membiarkannya lapar?

10. Kisah dari Seorang Kawan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun