Kita semua perlu belajar mendengarkan 'fatwa hati' ini. Rasanya seperti ada cahaya redup yang perlahan-lahan mulai menyala di tengah kegelapan yang selama ini menyelimuti. Kita bisa bercermin pada kisah Umar bin Khattab RA sebelum masuk Islam. Beliau adalah sosok yang sangat keras, gagah perkasa, dan disegani di kalangan kaum Quraisy, serta sangat menentang dakwah Nabi Muhammad SAW. Hatinya seolah tertutup rapat oleh keangkuhan dan tradisi nenek moyang. Namun, ada satu momen yang mengubah segalanya. Ketika beliau secara tak sengaja mendengar adiknya membaca sebagian ayat Al-Qur'an, saat itulah hati Umar yang keras mulai 'melunak'. Bisikan kebenaran dari Kalamullah, suara hati yang selama ini ia abaikan karena kesombongan dan fanatisme kesukuan, perlahan menembus dinding hatinya yang kokoh. Suara itu begitu lembut, hanya lantunan ayat suci, namun getarannya cukup nyaring untuk mengguncang dan mengubah seorang Umar yang gagah menjadi salah satu pilar Islam yang paling kuat dan adil.
Dari kisah Umar, kita belajar bahwa sebesar apa pun penolakan, kesibukan, atau kekerasan hati yang kita miliki, suara hati akan selalu ada. Ia adalah anugerah tak ternilai, penuntun yang diberikan langsung oleh Sang Pencipta. Suara itu mungkin terasa sangat lembut di awalnya, sebuah teguran halus, bisikan nurani yang samar. Namun, jika terus-menerus kita abaikan, ia bisa menjadi nyaring, menjadi jeritan batin yang tak mungkin lagi kita hindari, menuntut kita untuk berhenti dan merenung. Inilah permulaan sejati dari perjalanan kita untuk benar-benar membuka hati, untuk tidak lagi hanya melihat dengan mata fisik, tetapi juga memahami dan merasakan dengan segenap jiwa.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI